KETELADANAN KARAKTER TOKOH-TOKOH SEJARAH INDONESIA

KETELADANAN KARAKTER TOKOH-TOKOH SEJARAH INDONESIA


Banyak peristiwa penting yang mengilhami manusia. Peristiwa bersejarah juga bisa ikut mempengaruhi karakter seseorang. Peristiwa bersejarah juga bisa mempengeruhi semangat berjuang. Baik perorangan maupun golongan.
Kemenangan Jepang atas Rusia  di Port Arthur pada 1905, telah membuat kaum pergerakan Indonesia bersemangat melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sebelumnya, konon ada mitos jika orang-orang Timur (Asia) tidak bisa mengalahkan orang barat. Asia bahkan dianggap orang sakit yang tidak bisa melawan dan harus tunduk pada orang-orang Eropa.
Kemenangan Jepang atas Rusia itu setidaknya telah mengangkat semangat juang kaum pergerakan di India, Filipina maupun Indonesia sendiri. Harga diri yang naik sebagai orang Asia itu membuat orang-orang Asia menjadi keras berusaha.



Sebuah peristiwa memang harus terjadi untuk  menaikan moral sebuah kaum. Seperti peristiwa pemberontakan orang-orang Yahudi yang ditahan oleh tentara NAZI Jerman di Warsawa, Polandia. Tentara Jerman tentu tidak menyangka peristiwa itu akan terjadi. Selama ribuan tahun, orang-orang Yahudi dianggap orang yang tidak memiliki semangat bertempur setelah pemberontakan mereka terhadap Tentara Romawi ditindas. Selama ribuan tahun, orang Yahudi adalah orang-orang pengemara nestapa yang tidak memiliki tanah air. Apa yang terjadi di Warsawa itu jelas sebuah kejuatan luar biasa. Dengan mudah, perlawanan itu tentu ditindas oleh tentara Jerman yang jauh lebih kuat. 
Perlawanan itu sudah pasti memakan nayawa di kalangan orang Yahudi sendiri. Bahkan pemimpin pemberontakannya. Edelman adalah pemimpin terakhir selamat dari kelompok militan kecil Yahudi yang memberantas Nazi pada 1943 ketika penjajah mencoba menghancurkan pemukiman Yahudi. Para pejuang Yahudi dengan senjata seadanya berhasil dilumpuhkan dalam beberapa minggu pertempuran.  Peristiwa pemberontakan kaum Yahudi Polandia di Warsawa disinggung dalam film the Pianist. Film yang diambil dari kisah nayata pianis terkenal Vladislaw Spilzman.
Perlawanan orang Yahudi itu bukan perkara menang atau kalah. Apapun hasilnya, perlawanan itu harus terjadi. Perlawanan itu adalah demi harga diri sebuah kaum yang ribuan tahun tertindas. Mungkin para pejuang Yahudi itu tidak paham apa arti perlawanan mereka lebih dalam bagi kaum mereka dalam sejarah. Bisa jadi, sebagian dari mereka bertempur hanya ingin melawan keganasan tentara Jerman dimasa perang Eropa itu.

Banyak peristiwa penting di Indonesia yang bisa diambil sisi positifnya. Meski diantara peristiwa peristiwa itu tidak menyenangkan dan menyakitkan bagi kita. Sejarah memang tidak pernah bebas dari hal-hal negative. Ini bukan berarti hal negative itu harus ditutup-tutupi, melainkan harus kita pelajari dan dari yang kita pelajari itu, kita belajar untuk agar persitiwa itu tidak terulang lagi.
Tidak heran jika suatu peristiwa mampu mengangkat martabat sebuah kaum. Dari sebuah peristiwa sejarah, akan terlihat bagaiman karakter seseorang. Sebuah peristiwa tentu digerakan oleh keberanian, perhitungan, kerja sama dan kerja keras.
Peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945, juga membutuhkan keberanian, perhitungan, kerja sama dan kerja keras. Peristiwa Proklamasi tidak hanya digerakan oleh Sukarno dan Muhamad Hatta. Ada banyak orang didalamnya yang begitu berjasa. Dimana mereka harus bertaruh nyawa. Bisa saja tentara-tentara Jepang membunuh mereka. Mereka juga butuh dan memakai perhitungan agar tidak mati konyol namun proklamasi harus sukses.
Begitu juga peristiwa lapangan IKADA (Monas). Peristiwa itu adalah symbol keberanian rakyat Indonesia, meski Sukarno agak takut menuju lapangan itu dan meski hanya sekedar berkata beberapa patah kata kepada massa rakyat yang tumpah ruah sejak pagi. Dimana baru sore hari Sukarno baru muncul. Peristiwa itu cukup menakutkan karena keberadaan tentara Jepang bisa mengancam siapa saja dalam peristiwa itu. Namun, kahar Muzakkar dengan beraninya mengawal Sukarno dengan sebilah golok.
Dari dua peristiwa itu,harus disadari betapa pentingnya keberanian. Republik Indonesia memang terbangun dari sebuah keberanian.
Selama revolusi, banyak pemuda tewas karena heroisme mereka. Harus diakui, tentara Indonesia hampir jarang mengalami kemenangan gemilang. Kecuali dalam beberapa peristiwa seperti Palagan Ambarawa. Meski menang secara militer dan berhasil memukul mundur lawan, peristiwa ini memakan banyak korban. Begitu juga dalam peristiwa heroic 10 November 1945 di Surabaya. Meski posisi tentara sekutu, dalam hal ini tentara Inggris, hampir terjepit. Namun tidak terhitung banyaknya pemuda yang tewas. Ini adalah bukti bahwa perjuangan butuh pengorbanan dan keberanian tetap menjadi halpenting bagi sebuah bangsa maupun seseorang yang ingin terus maju mencapai tujuan hidupnya.
Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sendiri bisa dijadikan moment untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang solid dan penuh rasa persahabatan. Dimana persahabatan itu ada bentuk rasa saling mengargai dan saling menerima satu dengan yang lain.
Indonesia adalah Negara yang terdiri dari bermacam-macam etnis. Hal ini jelas tidak bisa dipungkiri. Sangat penting diajarkan kepada generasi muda sejak dini tentang keberagaman Indonesia yang kaya.
Dalam sejarah keberagaman memiliki nilai-nilai positif. Kaum pergerakan yang berjuang mewujudkan Indonesia merdeka adalah orang-orang yang memiliki latarbelakang etnis yang berbeda. Jelasnya, keberagaman bukan penghalang. Menghargai pun masih menjadi hal sulit. Tidak heran jika terjadi perang antar kampong atau semacamnya.
Setiap bangsa selalu ada tokoh yang dianggap hebat. Dimana tokoh-tokoh itu dianggap hebat dibidangnya. Indonesia punya ekonom, teknokrat, wirausahawan dan lainnya. Keberadaan mereka itu bisa memberi mereka semangat dalam berkarya maupun membangun dunia usaha.
Ada banyak tokoh atau pelaku sejarah yang bisa diteladani manusia. Ada ribuan biografi yang bisa dibaca untuk kita belajar dari seseorang tokoh. Buku-buku biografi biasanya tersedia di perpustakaan umum baik milik pemerintah maupun komunitas.
Lumrah bagi anak-anak yang sedang tumbuh memiliki idola. Tokoh idola bisa siapa saja. Dari tokoh idola itu, seorang anak akan belajar meniru dan meneladani tokoh idolanya. Tokoh idola mampu mempengaruhi pola piker dan tingkah laku anak.
Anak Indonesia bangga punya Baharudin Jusuf Habibie yang ahli membuat pesawat. Sosok Habibie harusnya bisa membangkitkan rasa percaya diri anak-anak dan pemuda yang memiliki minat dan bakat di bidang pengembangan teknologi.


A. Nitisemito dan Pengusaha di zamannya
Dunia wirausaha Indonesia sebenarnya cukup memprihatinkan. Kerapkali hanya ada keluhan soal dominasi keturunan Tionghoa yang sukses menjadi pengusaha. Tampak hanya segelintir orang-orang pribumi dari kalangan tertentu Ketika Kolonialisasi Hindia Belanda masih mencengkram Indonesia, pernah ada pengusaha hebat macam Mak Etek Ayub, Nitisemito, Johan Johar dan lainnya.
Mak Etek Ayub adalah seorang pengusaha asal Minangkabau. Dia begitu kaya dan cukup dikenal. Dia pula yang menyekolahkan Hatta selama sebelas tahun di Negeri Belanda. Dimana biaya kuliah dan hidup di negeri Belanda tidak murah.
Selain Mak Etek Ayub, di Jawa ada Nitisemito yang merupakan legenda usahawan rokok Kretek dari Kudus. Meski anak kepala desa, Nitisemito rela merintis karir dari bawah. Nitisemito  tidak meneruskan jejak ayahnya menjadi kepala desa, dia lebih memilih menjadi seorang wirausaha. Diusianya yang ke 17, dia merantau ke Malang (Jawa Timur) bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Perlahan Nitisemito menjadi pengusaha konfeksi yang sedang berkembang walau hanya sementara. Usaha konfeksinya ini bangkrut karena dililit hutang.
Lepas menjadi pengusaha konfeksi, Nitisemito-pun pulang kampung dan berdagang kerbau dan memproduksi minyak kelapa, usaha ini juga gagal. Akhirnya dia kembali kebawah lagi, kali ini menjadi kusir dokar. Walau begitu, jiwa dagang-nya masih mengalir dalam tubuhnya, disamping mencari nafkah dengan menjadi kusir, Nitisemito juga menjajakan tembakau.
Ketika menjadi kusir, Nitisemito sering mangkal di warung Mbok Nasilah (kini toko kain Fahrida, di jalan Sunan Kudus). Mbok Nasilah, dianggap juga sebagai penemu kretek, penemuannya bermula dari usahanya untuk menghentikan kebiasaan nginang para kusir yang sering mangkal di warungnya ditahun 1870an. Ampas nginang yang diludah oleh pengingangnya, mengotori warungnya.
Rokok yang dijual diwarungnya untuk menghentikan kebiasaan nginang itu ternyata sangat diminati para kusir maupun pedagang keliling yang sering singgah di warungnya, termasuk juga Nitisemito. Rokok racikan Mbok Nasilah adalah campuran tembakau dengan cengkeh, rokok itu lalu dibungkus dengan daun jagung kering (klobot) setelah itu diikat dengan benang.
Nitisemito-pun menikahi Mbok Nasilah ditahun 1894. Pernikahan Nitisemito dengan Mbok Nasilah ini adalah titik awal sejarah pemasaran rokok kretek. Hasil racikan Mbok Nasilah, menejemen produksi dan pemasaran yang bukan hal baru bagi Nitisemito yang sering kali jatuh bangun dalam dunia wirausaha. Pasangan yang saling mengisi dan berpengaruh dalam sejarah rokok kretek Kudus. Awalnya warung Mbok Nasilah menjadikan rokok kretek buatannya menjadi barang dagangan utama.

    Perlahan tapi pasti usaha rokok itupun maju pesat. Awalnya, Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo"  (Jawa: Rokok cap  Kodok makan ular), karena lebel itu menjadi bahan tertawaan dan tidak membawa hoki, Nitisemito lalu menggantinya dengan nama Tjap Bulatan Tiga. Karena kotak pembungkus rokok ini bergambar bulatan mirip bola, merek ini lebih dikenal pasar sebagai Bal Tiga. Merek Bal Tiga  ini akhirnya menjadi merek resmi rokok produksi Nitisemito, akhirnya rokok ini diberi nama: Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito. Secara resmi Bal Tiga lahir pada tahun 1914 di desa Jati, Kudus.
    Setelah usaha rokoknya berjalan sepuluh tahun, Nitisemito berhasil mendirikan pabrik diatas lahan 6 hektar di desa jati. Saat itu, di Kudus sudah beroperasi 12 pabrik rokok yang terbilang besar untuk ukuran masa itu, diantaranya milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe) H.M. Muslich (merek Delima), Haji Ali Asikin (merek Djangkar) dan Tjoa kang Hay (merek Trio), M. Sirin (merek Garbis & Manggis). 
Disamping yang besar, terdapat 6 pabrik rokok kelas-kelas gurem di Kudus waktu itu. Ditahun 1938, Nitisemito telah membawahi 10.000 buruh rokok dengan produksi rokok 10.000.000 batang perhari. Usaha Nitisemito semakin besar dan uang yang masuk semakin deras, untuk lebih mudah mengontrol keuangan, Nitisemito memperkerjakan tenaga pembukuan asal Belanda, orang kulit putih. Ironis untuk zaman itu, seorang pribumi mampu memperkerjakan orang Belanda. Biasanya orang pribumi bekerja pada orang-orang Belanda.

    Perusahaan Nitisemito pernah menyewa pesawat Fokker seharga f 200,- untuk mempromosikan rokoknya di Bandung dan Jakarta. Rokok produksi Nitisemito memiliki pangsa pasar ke kota-kota di Jawa, Kalimantan, Sumatra bahkan ke Negeri Belanda. Usaha pemasaran Nitisemito juga dilakukan memalui radio. Memerikan hadiah: sepeda, piring, jam, dinding dan lainnya kepada para pemebeli dengan menukar bungkus rokok Bal Tiga dalam jumlah yang ditentukan. Cara sampai sekarang masih sering dilakukan banyak produsen dalam pemasaran produknya kepada masyarakat konsumen Indonesia.
   
Nitisemito berusaha agar usaha rokoknya abadi untuk anak cucunya. Kaderisari pewaris usaha diadakan dengan mengambil salah satu pegawai terpandai-nya untuk masuk dalam keluarganya. Nitisemito melihat bakat wiraswasta pada diri M. Karmani. Putri kedua Nitisemito lalu dinikahkan dengan Karmani. Nitisemito yang akan pensiun pelan-pelan dari usahanya itu mengangkat Karmani sebagai Menejer pabrik rokok Bal Tiga-nya. Begitu semangatnya, Nitisemito juga menyertakan nama Karmani dalam rokok Bal Tiga-nya
Kehadiran Notosemito dengan Bal Tiga menunjukan bahwa seorang pribumi dengan usaha dari bawahnya akan mampu menjadi golongan kelas menengah terpandang dimasa itu. Kejayaan Nitisemito sangat bersamaan dalam masa-masa pergerakan nasional. Seorang pengusaha besar macam Nitisemito setidaknya menyelamatkan banyak pribumi dengan mempekerjakan mereka dalam usaha rokoknya. Dengan begitu buruh pribumi itu tidak bekerja dibawah orang-orang Belanda maupun nonpribumi (seperti Cina). Walau dengan upah hampir sama, hal ini menghindarkan mereka diperbudak oleh tuan-tuan muka pucat Eropa.
Industri kretek Bal Tiga, telah membuat Nitisemito yang begitu tersohor diawal abad XX. Dalam sebuah almanak berbahasa Jawa, Volksalmanak Djawi,  Nitisemito dan kisah sukses usaha kreteknya telah dimuat pada tahun 1936. Almanak tahunan bertiras seratus ribu eksemplar itu, juga pernah memuat pengusaha pribumi lain yang sukses, seperti Djohan Djohar ditahun 1937.
Kisah sukses para pengusaha pribumi yang dimuat oleh alamanak itu, bukanlah bermaksud mengiklankan lagi produk pengusaha pribumi macam Nitisemito atau Djohan Djohar. Almanak itu hanya berusaha memberikan contoh pada masyarakat pribumi, bahwasanya seorang pribumi, dengan usaha yang keras seorang pribumi bisa sukses dan mengalahkan orang Cina atau Belanda. "Awit sampoen keboektèn sanadjan bangsa Priboemi, poenika manawi poeroen kémawon boten badé kowan kalijan bangsa senès." (Maksudnya: asal ada kemauan, mantap tekadnya dalam semua hal, selalu waspada dalam melaksanakan niatnya, lagi pula bersedia mandi keringat, akhirnya akan mulia). Bila seseorang mampu mencapai tingkat itu maka orang itu layak untuk dihormati karena orang itu memiliki mental yang kuat dan luhur jiwanya. 

    Persaingan dalam dunia usaha adalah hal biasa, ada pengusaha yang bermain curang dengan menyabot usaha lawan bisnisnya. Ini bukan hal baru. Bermain curang dalam dunia bisnis memang menjadi hal biasa. Hal ini begitu jelas digambarkan dalam novel Ca Bau Kan karya Remy Silado dan digarap Nia Dinata menjadi sebuah film dengan judul sama dengan novelnya; dunia dagang diawal abad XX dipenuhi intrik saling menghancurkan satu dengan lainnya.
    Sejak zaman Kolonial, banyak pengusaha pribumi dikalahkan oleh pengusaha Cina bahkan Belanda yang bermodal besar. Hal ini melahirkan sebuah organisasi dagang pribumi bernama Sarekat Dagang Islam  pimpinan Haji Samanhudi, yang kemudian menjadi Sarekat Islam. Organisasi Islam bernuansa dagang itu juga kemudia berdiri juga di Kudus. Keberadaan Sarekat Islam, dikemudian hari hanyalah menjadi kendaraan politik semata dengan nama Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Sarekat Islam—meski kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam—tidak mampu memajukan dunia wirausaha pribumi.
    Pada masa dunia wirausaha di Hindia hanya diisi sedikit orang pribumi. Sampai sekarangpun, dunia wirausaha di Indonesia masih di kuasai non pribumi seperti Cina. Feodalisme yang mengakar begitu kuat di Indonesia tidak memberi hidup pada rakyat kecil untuk berwirausaha atau dagang. Feodalisme di nusantara telah menutup pintu kewirausahaan rakyat yang hanya diarahkan menjadi budak-budak di tanah pertanian para priyayi. Hanya kromo yang gigih dan cerdas saja yang dapat keluar dari lubang jarum feodalisme itu.

Nitisemito adalah salah satunya, kendati akan hidup mapan bila mengikuti jejak ayahnya, Nitisemito memilih dunia yang lain. Nitisemito tidak mau terjebak dalam dunia birokrasi feodal tingkat desa dengan menggantikan ayahnya sebagai kepala desa, dia memilih keluar dari dunia birokrasi itu dan memulai perjuangannya sebagai buruh jahit lalu bergelut dalam dunia usaha sebelum akhirnya sukses.

Kendati ada Nitisemito dari kretek Kudus, sayangnya apa yang diharap Volksalmanak Djawi tidaklah melahirkan generasi wirausahawan baru, rakyat pribumi rupanya lebih banyak memilih menjadi buruh daripada menjadi majikan. Jarang ada pribumi yang mau membuka usaha sendiri,mereka memilih menjadi buruh di pabrik atau di perkebunan, dimana mereka dengan sabar menerima hinaan dari majikan kulit mereka putih. Pribumi nusantara memang berbeda dengan pendatang Cina yang mau menabung lalu membuka usaha sendiri, hingga tidak perlu jadi buruh seumur hidup.

Sarekat Islam dan pendahulunya Sarekat Dagang Islam juga tidak mampu mengangkat dunia usaha pribumi, lantaran terlalu tenggelama dalam berpolitik melawan pemerintah Belanda disaat landasan perekonomian pribumi lemah. Kehadiran Nitisemito dalam dunia usaha pribumi juga kurang dimanfaatkan oleh kaum pergerakan.

Bagaimanpun Nitisemito adalah inspirasi bagi dunia usaha di Indonesia. Dimasa pengusaha Eropa bertahta diperkebunan-perkebunan—yang tersebar di nusantara—seorang pribumi buta huruf, di Kudus tampil sebagai industrialis rokok kretek. Industri ini juga menjadi tempat sepuluh ribu buruh bergantung untuk bertahan hidup.
Bila saja ada seribu Nitisemito yang peduli pada pribumi miskin pada masa itu, maka perekonomian pribumi bisa sekaligus melepaskan ketergantungan pribumi dari belenggu pengusaha kulit putih.
Kemapanan ekonomi pribumi akan membantu dunia pergerakan nasional secara finansial maupun politis menghadapi tekanan politik pemerintah kolonial.
Nitisemito patut dicatat sebagai salah satu pengusaha sukses disamping Djohan Djohar. Sebagai pengusaha kretek pribumi, Nitisemito pengusaha adalah yang pertama jaya di Kudus bahkan di Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda sekalipun, perlu berpikir panjang untuk menutup pabriknya. Pemerintah Belanda pula menganggap Nitisemito berjasa dalam perkembangan industri kretek, kendati tidak catatan yang menyebutkan Nitisemito pernah dapat bintang jasa dari pemerintah kolonial atas usahanya itu.

B. Ciputra Sang Pembangun
Contoh kontemporer dunia usaha adalah Ciputra. Dia contoh yang layak diteladani orang-orang Indonesia adalah Ciputra. Dia terlahir di kota kecil Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Agustus 1931 dengan nama Tjie Tjin Hoan, ia anak ke 3 dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio yang juga berlatar belakang keluarga sederhana. Ketika berusia 12 tahun ia kehilangan ayahnya yang meninggal di tahanan tentara pendudukan Jepang karena tuduhan palsu dianggap mata-mata Belanda.

Kenangan pahit masa kecil telah menimbulkan tekad dan keputusan penting yaitu memiliki cita-cita bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Akhirnya Dr. Ir. Ciputra kecil kembali ke bangku sekolah walau terlambat. Ia terlambat karena negara kita masih dalam suasana peperangan dengan tentara Belanda maupun Jepang. Ia masuk kelas 3 SD di desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun. Ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Menado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung.
Perjalanan bisnisnya yang sekarang menggurita itu, sudah Ciputra rintis sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung. Bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 Ciputra mendirikan PT Daya Cipta. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh. Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB. Ke Jakarta…

Keputusan ini menjadi tonggak sejarah yang menentukan jalan hidup Ciputra dan kedua rekannya itu. Dengan bendera PT Perentjaja Djaja IPD, proyek bergengsi yang ditembak Ciputra adalah pembangunan pusat berbelanjaan di kawasan senen. Ciputra ikut merubah wajah Jakarta sejak puluhan tahun silam hal itu membuatnya dikenal dalam dunia real estate. Ini tentu bukan sebuah awal yang mudah. Pasti ada sesuatu yang tidak mudah pada awal usahanya. Diawal usahanya, tidak banyak orang yang mengenalnya.

Dengan berbagai cara, Ciputra  berusaha untuk menemui Gubernur Jakarta ketika itu, Dr. R. Soemarno, untuk menawarkan proposalnya. Gayung bersambut. Pertemuan dengan Soemarno kemudian ditindak lanjuti dengan mendirikan PT Pembangunan Jaya, setelah terlebih dahulu dirapatkan dengan Presiden Soekarno.

“Setelah pusat perbelanjaan Senen, proyek monumental Ciputra di Jaya selanjutnya adalah Melalui perusahaan yang 40% sahamnya dimiliki Pemda DKI inilah Ciputra menunjukkan kelasnya sebagai entrepreuneur sekaligus profesional yang handal dalam menghimpun sumber daya yang ada menjadi kekuatan bisnis raksasa. Grup Jaya yang didirikan tahun 1961 dengan modal Rp. 10 juta, kini memiliki total aset sekitar Rp. 5 trilyun. Dengan didukung kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan perusahaannya di luar Jaya, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan yang terakhir adalah Grup Ciputra. Jumlah seluruh anak usaha dari Kelima grup itu tentu di atas seratus, karena anak usaha Grup Jaya saja 47 dan anak usaha Grup Metropolitan mencapai 54. Mengenai hal ini, secara berkelakar Ciputra mengatakan: Kalau anak kita sepuluh, kita masih bisa mengingat namanya masing-masing. Tapi kalau lebih dari itu, bahkan jumlahnya pun susah diingat lagi. Fasilitas merupakan unsur ketiga dari 10 faktor yang menentukan kepuasan pelanggan. Konsumen harus dipuaskan dengan pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial selengkapnya. Tapi fasilitas itu tidak harus dibangun sekaligus pada tahap awal pengembangan. Jika fasilitas selengkapnya langsung dibangun, harga jual akan langsung tinggi. Ini tidak akan memberikan keuntungan kepada para pembeli pertama, selain juga merupakan resiko besar bagi pengembang. Ciputra memiliki saham di lima kelompok usaha (Grup Jaya, Grup Metropolitan, Grup Pondoh Indah, Grup Bumi Serpong Damai, dan Grup Ciputra).” 

Dari kelima kelompok usaha yang dimilikinya itu, Ciputra tidak menutupi bahwa sebenarnya ia meletakkan loyalitasnya yang pertama kepada Pembangunan Jaya. Pertama, karena nama Ciputra sendiri sejak awal hampir identik dengan Pembangunan Jaya. Dari sinilah jaringan bisnis propertinya dimulai. Sejak perusahaan itu dibentuk tahun 1961, Ciputra duduk dalam jajaran direksinya selama 35 tahun. Dimana  3 tahun pertama sebagai direktur dan 32 tahun sebagai direktur utama, hingga ia mengundurkan diri pada tahun 1996 lalu dan menjadi komisaris aktif.

Kedua, adalah kenyataan bahwa setelah Pemda DKI, Ciputra adalah pemegang saham terbesar dalam Pembangunan Jaya.  Apa yang dilakukan Pembangunan Jaya sendiri adalah sesuai dengan latar belakang pendidikannya, Arsitektur. Mengenai perusahaa lainnya, seolah nampak sebagai usaha sampingan, namun cukup serius juga bagi Ciputra.

PT Metropolitan Development adalah perusahaannya yang ia bentuk tahun 1970 bersama Ismail Sofyan, Budi Brasali, dan beberapa mitra lainnya. Kelompok usaha Ciputra ketiga adalah Grup Pondok Indah (PT Metropolitan Kencana) yang merupakan usaha patungan antara PT Metropolitan Development dan PT Waringin Kencana milik Sudwikatmono dan Sudono Salim. Grup ini antara lain mengembangkan Perumahan Pondok Indah dan Pantai Indah Kapuk. Kelompok usaha yang keempat adalah PT Bumi Serpong Damai, yang didirikan awal tahun 1980-an. Perusahaan ini merupakan konsorsium 10 pengusaha terkemuka – antara lain Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaya, Sudwikatmono, Ciputra dan Grup Jaya – yang mengembangkan proyek Kota Mandiri Bumi Serpong Damai seluas 6.000 hektar, proyek jalan tol BSD – Bintaro Pondok Indah, dan lapangan golf Damai Indah Golf. 


Sejak beberapa tahun silam, Ciputra menyatakan kelima grup usahanya, terutama untuk proyek-proyek propertinya, masuk ke dalam sebuah aliansi pemasaran. Aliansi itu semula diberi nama Sang Pelopor, tapi kini telah diubah menjadi si Pengembang. “Nama Sang Pelopor terkesan arogan dan berorientasi kepada kepentingan sendiri,” ujar Ciputra tentang perubahan nama itu.  Ciputra tampak berusaha rendah hati dalam bermasyarakat dan berusaha.

Grup Ciputra adalah kelompok usahanya yang Kelima. Grup usaha ini berawal dari PT Citra Habitat Indonesia, yang pada awal tahun 1990 diakui sisi seluruh sahamnya dan namanya diubah menjadi Ciputra Development (CD). Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran direksinya diisi oleh anak dan menantu Ciputra. Pertumbuhan Ciputra Development belakangan terasa menonjol dibandingkan keempat kelompok usaha Ciputra lainnya. Dengan usia paling muda, CD justru yang pertama go public di pasar modal pada Maret 1994. Baru beberapa bulan kemudian Jaya Real properti menyusul. Total aktiva CD pada Desember 1996 lalu berkisar Rp. 2,85 triliun, dengan laba pada tahun yang sama mencapai Rp. 131,44 miliar. CD kini memiliki 4 proyek skala luas: Perumahan Citra 455 Ha, Citraraya Kota Nuansa Seni di Tangerang seluas 1.000 Ha, Citraraya Surabaya 1.000 Ha, dan Citra Indah Jonggol. 1.000 Ha. Belum lagi proyek-proyek hotel dan mal yang dikembangkannya, seperti Hotel dan Mal Ciputra, serta super blok seluas 14,5 hektar di Kuningan Jakarta. Grup Ciputra juga mengembangkan Citra Westlake City seluas 400 hektar di Ho Chi Minh City, Vietnam. Pembangunannya diproyeksikan selama 30 tahun dengan total investasi US$2,5 miliar.  Selain itu, CD juga menerjuni bisnis keuangan melalui Bank Ciputra, dan bisnis broker melalui waralaba Century 21. 


Dari kisah  Ciputra tadi, kita bisa belajar bagaimana sebuah perusahaan raksasa dibangun. Butuh kerja keras dan pengambilan keputusan yang tepat sejak awal. Sudah pasti kita harus konsisten dengan keputusan yang kita ambil. Ciputra butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk membangun kerajaan bisnisnya.


C.Bob si Pengusaha Eksentrik

Ada sosok pengusaha sukses eksentrik yang layak ditiru. Bob Sadino pemilik Kemchick-lah orangnya. Dia tipikal orang berani. Dia adalah Bob Sadino.Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.
Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob nampak bosan dengan segala yang sudah disediakan dan dia ingin begitu ingin berusaha sendiri.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob serta keluarga  kecilnya kembali ke Indonesia. Sebuah pilihan yang nampak aneh. Ketika banyak orang ingin pergi dan tinggal di luar negeri, Bob memilih kembali. Bob juga  membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960an. Bob mengelola hartanya dengan cukup baik. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Semua usaha Bob yang gemilang itu justru bermula dari tekanan hidup yang dialami. Hingga suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisni telur ayam untuk melawan depresinya. Semacam pengalihan yang positif dari depresinya. Bob pun tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu.
Bob tampak tidak memiliki rasa gengsi dalam berusaha. Dia mau turun ke lapangan dan bisa melihat bagaimana pasar dari produknya. Ketika Bob memulai usahanya itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia dimata orang Indonesia. Sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh para ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang saja, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob tampak begitu bersemangat menjadi pelopor usaha itu.
Bob tidak merasa cukup dengan apa yang dilakukan, di pun kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur system hidropolik di Indonesia. Catatan awal tahun 1985 menyebutkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan sayuran segar 100 ton.
Dalam sejarah Indonesia, tokoh panutan yang dijadikan Pahlawan Nasional kebanyakan adalah politisi atau tentara. Hal ini tentu punya dampak yang kurang baik. Setidaknya bisa mempengaruhi keinginan generasi muda untuk hanya ingin menjadi politisi atau tentara saja.
Sosok pengusaha hebat dalam jajaran Pahlawan nasional sangat miskin sekali. Tokoh pengusaha bukan dilihat seberapa kaya dia, melainkan bagaimana si pengusaha itu berjuang membangun kerajaan miskinnya. Tanpa perlu memandang lebih lanjut seberapa besarkah kerajaan bisnis itu.
Harus disadari mental pengusa yang punya semangat juang tinggi adalah hal langka di Indonesia. Tidak semua orang Indonesia berani jadi pengusaha. Hal ini dikarenakan membangun usaha masih dianggap sebagai hal yang sangat sulit. Bagi orang Indonesia saat ini, menjadi pegawai adalah hal yang paling baik. Menjadi pegawai negeri, seolah sudah memperoleh separuh surga yang dijanjikan Tuhan.
Nyaris tidak terpikir bagi kebanyakan orang Indonesia untuk menjadi pemegang perekonomian sperti orang Tionghoa maupun orang Yahudi. Nyatanya orang Indonesia hanya mengutuki orang-orang Tionghoa yang menjadi konglomerat dan kuasai perekonomian Indonesia.
Orang Indonesia merasa menjadi pegawai akan membuat mereka aman dan mapan. Apapun caranya, agar menjadi pegawai segala cara dilakukan pula, apalagi menjadi pegawai negeri. Karena peluang menjadi pegawai negeri sebenarnya kecil dan peminatnya begitu banyak. Sikap mental orang Indonesia yang kurang berani menjadi pengusaha itu dan hanya ingin menjadi pegawai itu nyatanya menimbulkan masalah pengangguran dan kasus suap yang sulit diungkap.
Para penganggur tadi tidak sepenuhnya salah. Ini juga karena dunia pendidikan Indonesia kurang memberikan wacana sejak dini soal dunia wirausaha.

D. HATTA PEJUANG YANG SEDERHANA
Para pendiri Negara juga punya sikap metah yang positif.  Untuk membangun se3buah bangsa sebenarnya bukan hal mudah. Butuh pengorbanan dan sikap mental yang positif. Dari Muhamad Hatta , kita bisa belajar tentang kedisiplinan dan kegemaran positif Hatta yang ikut merubah Indonesia, membaca. Dengan membaca, kita bisa belajar banyak tentang dunia dan kita bisa merubah hidup kita menjadi lebih baik.
Muhamad Hatta, sempat menjadi mahasiswa Indonesia tua, yang belum merampungkan studi ekonominya di Negeri Belanda. Hatta aktif dalam Perhimpunan Indonesia—sebuah perkumpulan mahasiswa dari Hindia Belanda.  PI kemudian berkembang menjadi kelompok nasionalis di Negeri Belanda. Dimana banyak anggota PI yang aktif dalam pergerakan yang bersikap menentang pemerintah kolonial atas kolonialisasi di Hindia Belanda.
Kegiatan PI akhirnya meresahkan pemerintah kolonial. Dimana beberapa mahasiswa PI akhirnya dipenjara. sementara itu kegiatan mahasiwa PI yang lain juga ditekan. orangtua mahasiswa juga ditekan agar anaknya yang kuliah di Belanda tidak bergabung dalam PI.
Bergeraknya PI ke kancah internasional dengan penghadiri Liga Anti Imperialis di Brusel pada Februari 1927. Hatta hadir dalam kongres itu. Pengawasan yan berlebihan dari pihak berwenang Belanda itu adalah tindakan paranoid. akhirya penahaan terhadap petinggi PI pun dilakukan, mereka pun menjadi penghuni sementara sebuah penjara di dalam kota. Hatta adalah salah satu mahasiswa yag terpenjara itu. Sebelum persidangan, Hatta siap membacakan pledoinya yang berjudul Indonesia Merdeka. Namun pembacaan pidato itu tidak pernah terjadi.

Selain Hatta yang menjadi tahanan adalah Nazir Datuk Pamuncak, ali Sastroamijoyo dan Abdulmadjid—anak tiri R.A. Kartini. Mereka mulai ditahan sejak 23 September 1927. Ali sastroamijoyo, kala itu sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian doktoralnya, namun ada dispensasi dari pihak berwenang hingga Ali bisa ujian dan lulus. Karena penahanan petinggi PI ini, maka majalah Indonesia Merdeka tidak terbit. 

Tulisan ini bukan tulisan satu-satunya milik Hatta yang lahir di penjara. Hatta banyak menulis, hidupnya seolah untuk menulis demi kemerdekaan. Independence Writer. Tulisan ini mulai ditulis Hatta sejak 24 September 1927, ketika dr Cipto Mangunkusumo dibuang ke Banda Neira—tempat dimana Hatta dan Syahrir kelak dibuang.

Hatta telah mempersiapkan pledoinya. Bukan tidak mungkin, dalam hatinya, Hatta berharap penahanannya berakhir, setelah lima setengah bulan ditahan. Diperkirakan, buth waktu tigasetengah jam untuk mengucapkan naskah pidato itu.  Judul asli naskah itu adalah Indonesie Vrij, bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti Indonesia Merdeka. nama ini mirip dengan nama majalah PI di Negeri Belanda. 

E. Ki Hajar Sang Pendidik
Sosok Ki Hajar Dewantara mengajarkan sebuah kesederhanaan dan keberanian. Dimasa mudanya, Ki Hajar Dewantara yang masih bernama Suryadi Suryaningrat pernah menulis artikel pedas berjudul, seandainya aku seorang Belanda. Artikel ini menyeretnya pada hukuman pembuangan ke Negeri Belanda.
Meski berasal dari keluarga bangsawan Paku Alaman Yogyakarta, Ki Hajar Dewantara adalah orang yang berjiwa kerakyatan. Ki Hajar mengajarkan kesederhanaan di Perguruan Taman Siswa yang didirikannya.
Usaha untuk merdeka juga bukan hal murah. Rintangannya begitu berat. Beberapa tokoh pergerakan harus merasakan hidup di bui dan pembuangan. Sukarno sendiri juga merasakan hal pahit itu.

Sukarno adalah seorang insinyur lulusan THS.  Namun, kegiatan politiknya kemudian lebih mendominasi waktu Soekarno daripada kegiatan profesinya. Soekarno muda kemudian lebih banyak bergaul dengan Mr. Iskak Tjokrohadisoerjo, Tjiptomangoenkoesoemo, Dr. Setiabudi, dan kawan lainnya yang berpaham politik sama.

Sebuah partai bernama Partai Nasionalis Indonesia (PNI) kemudian didirikan Soekarno bersama Mr. Iskak, Dr. Tjipto, Mr. Boediadjo, dan Mr. Soenarjo pada 1927. Pada saat yang sama, majalah Suluh Indonesia Muda diterbitkan. Pada 1928, Soekarno menerbitkan majalah Persatuan Indonesia dan 1932 menjadi pimpinan majalah Fikiran Rakjat. Semuanya dilakukan di Bandung.

Melalui organisasi politik dan sejumlah media massa tersebut, Soekarno memulai pergerakan yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Mungkin tak salah jika ada yang menyebut bahwa Bandung adalah Kawah Candradimuka kemerdekaan Indonesia.

F. Husni Thmarin: Teladan Parlemen
Sosok Husni Thamrin adalah tokoh yang layak ditiru oleh semua anggota parleman di Indonesia. Meski dia anak pejabat namun dia tergolong sebagai pembela rakyat yang tidak kenal menyerah.
Husni Thamrin juga mengusulkan pembangunan sebuah kanal penanggulangan banjir di Jakarta.  Usulan Husni Thamrin hari itu mengugah Daan van der Zee. Hal ini membuat etisi Belanda itu semakin mengagumi Thamrin yang masih muda itu. Beberapa waktu setelah itu van der Zee   mengajak Ir.Mr. Herman Van Breen dan mempelopori Pemerintah kota dalam rangka Pembangunan kanal. Dalam pembanguan kanal itu, antara kali Krukut dang kali Ciliwung harus dihubungkan. Artinya Thamrin tergolong sebagai orang yang begitu peduli dengan masalah banjir di Batavia. Bahkan sejak dia belum menjadi Volksraad (Dewan rakyat) di Batavia (nama Jakarta Tempo dulu). Bukan itu saja yang dilakukan Thamrin, dia juga ikut membenahi perkampungan pribumi yang tidak diurus pemerintah kota.
Sejak zaman kolonial sebenarnya ada dana untuk perbaikan kampung-kampung untuk pribumi. Ternyata, dana perbaikan kampung yang kecil tadi rupanya tidak digunakan untuk perbaikan kampung. Jelas sekali bahwa pemerintah kota tidak lagi peduli dengan masalah perkampungan yang memang dipinggirkan oleh politik kolonial. Jarak penguasa kulit putih dengan pribumi kampung jadi semakin jauh. Untuk penympangan dana itu, Thamrin begitu vokal menuntut agar dana itu digunakan sebagaimana mestinya untuk kebaikan masyarakat pribumi yang tinggal di perkampungan pribumi yang tersebar di kota Batavia.
Thamrin juga dikenal sebagai tokoh pergerakan yang menentang Poenale Sanctie yang menyengsarakan kaum buruh yang bekerja di perkebunan. Selain itu, Thamarin juga pernah menentang Ordonansi Sekolah Liar yang merugikan sekolah swasta berjiwa nasionalis.

Pemerintah mengeluarkan sebuah ketentuan yang dikenal sebagai Wilde Schoolen Ordonantie (Ordonansi Sekolah Liar) pada 27 September 1933. Ketentuan itu sendiri akan direalisasikan mulai Oktober 1933. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyatakan bahwa tujuan dikeluarkannya ordonanasi tersebut adalah untuk mencega hal-hal yang dapat menggganggu ketertiban masyarakat umum. Ordonansi ini mengatur semua ketentuan yang harus dipenuhi semua sekolah (termasuk sekolah yang tidak bersubsidi). Masalah guru sekolah juga diatur. Disebutkan setiap guru yang mengajar di sebuah sekolah tidak bersubsidi harus memiliki sebuah sertifikat yang bisa diperoleh dari sekolah bersubsidi atau sekolah pemerintah.

          Menurut Husni Thamrin, guru yang mengajar tidak mengganggu ketertiban umum sesuai ketentuan umum. Pada dasarnya Wilde Schoolen Ordonantie di keluarkan untuk menghambat laju pergerakan nasional. Pemerintah jelas menaruh curiga terhadap aktivitas pergerakan yang bisa mengganggu kekuasaanya bila pendidikan diarahkan untuk mengancam kekuasaannya.  Intinya Wilde Schoolen Ordonantie adalah reaksi yang paranoid dari pemerintah colonial dalam menyikapi pergerakan nasional. Ordonansi ini menurut ki Hajar juga berlebihan, Wilde Schoolen Ordonantie ini tentu saja mengancam semua lelmbaga pendidikan yang mencetak kader-kader bangsa di masa depan. Sudah pasti sekolah swasta tanpa subsidi pemerintah akan mati perlahan dengan adanya Wilde Schoolen Ordonantie. 

G. Syahrir yang cerdik
Syahrir adalah orang penting dalam gerakan bawah tanah di Indonesia. Syahrir adalah salah satu tokoh perlawanan terhadap balatentara Jepang salah satunya adalah Sutan Syahrir. Syahrir memiliki banyak pengikut dari kalangan pemuda kota terpelajar. Mereka sudah belajar tentang betapa kejamnya balatentara Jepang dalam menghabisi pemberontakan. Syahrir memang dikenal sebagai tokoh pergerakan sejak zaman colonial Hindia Belanda yang sudah sering menjadi perhatian pemerintah colonial dan menjadi tahanan pemerintah colonial juga.
Setelah Pemerintah Hindia Belanda kalah, Syahrir masih memilih melawan tentara Jepang yang baru saja berkuasa di Indonesioa. Tokoh bawah tanah lain yang cukup penting adalah Amir Syarifudin. Namun antara Syahrir dan Amir tidak terjalin hubungan penting. Dimata, Syahrir, Amir adalah orang yang labil dan tidak kenal takut. Amir bahkan kerapsalah perhitungan. Kepada koleganya, Syahrir bahkan mengatakan untuk tidak berhubungan dengan Amir. Berhubungan dengan Amir dimasa awal pendudukan Jepang jelas berbahaya. Beberapa tokoh pergerakan seperti Sukarno dan Hatta yang kompromis pada Jepang pun, masih juga terus diawasi tentara Jepang.
Organisasi bawah tanah Syahrir lebih rapi daripada milik Amir yang berhasil dibongkar tentara Jepang.  Aktivitas gerakan bawah tanah ini pun terencana. Sebuah perlawanan politis jangka panjang. Mula-mula melawan tentara Jepang lalu melawan pemerintah kolonial Belanda yang mungkin kembali jika tentara Jepang terusir. Cara kerjanya adalah memasuki lembaga bentukan Jepang yang sudah ada dan menyusupinya dengan cita-cita kemerdekaan. Hingga banyakdari mereka yang disusupi itu tidak tahu jika mereka adalah bagian dari gerakan bawah tanah juga.
Peran Syahrir dalam gerakan bawah tanah, tentu saja  membuat Syahrir tak punya pendapatan tetap yang cukup untuk hidup bersama anak-anak angkatnya. Agar tidak terlalu susah, maka anak-anak angkatnya itu diajari hidup sederhana. Kondisi Syahrir yang cukup susah juga membuat kawan-kawannya yang setia selalu membantunya. Sastra, yang kebetulan punya tambak ikan di Garut, misalnya, jika datang ke rumah Syahrir selalu membawa beras dan ikan kering.
Biaya sekolah anak angkat Syahrir pun juga dibantu kawan seperjuangnya Hatta. Ketika Des Alwi masuk sekolah radio, Institut Voor Electro Vak Onderwijs, uang sekolah yang sebulannya delapan gulden pun dibayar oleh Hatta.
Syahrir punya pandangan sendiri tentang Jepang. Tentu saja berbeda dengan orang-orang yang menganggap Jepang sebagai pembebas Asia. Syahrir melihat kekejaman tentara Jepang. Syahrir melihat betapa payahnya pemerintah balatentara Jepang dalam memerintah wilayah Indonesia. Indonesia hanya sekedar tanah jajahan yang boleh diambil semua isinya tanpa memperhatikan rakyatnya yang menderita karena tindakan perampasan segala sumber daya dari Indonesiauntuk perang itu. Syahrir menulis:

Orang Jepang menganggap pekerjaan memerintah itu suatu soal yang sederhana saja; ternyata cara Jepang memerintah itu hanya terdiri dari bayonet,propaganda, perampasan makanan dan barang-barang lain, kekerasan dan kerja paksa. Hasil panen disita dan ditukar dengan uang tentara Jepang. Dengan uang itu tidak bisa beli apa-apa karena segalanya telah habis. Banyak kelaparan karena pemerintahan gaya Jepang yang konyol itu. Di pedesaan banyak lelaki dipaksa menjadi romusha hingga banyak muncul desa mati yang dihuni orang-orang kelaparan. Latihan perang-perangan bagi para pemuda pun dilakukan dalam kondisi lapar. Agar perlawanan rakyat lapar itu bisa diantisipasi dan dicegah, pemerintah militer Jepang juga memberlakukan pengawasan ketat bagi semua penduduk. 

Mereka hanya ditekankan semangat berperang tanpa ada bekal logistic memadai dalam perut mereka. Mereka tentu hanya akan menjadi santapan peluru tentara sekutu saja. Syahrir memiliki jaringan kerja yang baik dibawah tanah. Pelajar-pelajar sekolah menengah dikerahkan juga dalam gerakan bawah tanah.

H. Thomas yang Pantang Menyerah
Di Digul, pernah ada orang Menado bernama Thomas Nayoan. Tidak banyak cerita tentangnya. Dalam buku pelajaran sejarah nama Thomas  Nayoan sendiri seperti tidak dianggap penting. Dia memang bukan ketua partai oposisi terhadap pemerintah Gubernemen. Dia bagian dari pemberontakan PKI 1926. Tidak ada cerita detail tentang dirinya, juga bagaimana ceritanya hingga dia bisa menjadi seorang komunis.
Digul jelas bukan tempat menyenangkan dalam sejarah Indonesia. Tempat ini memberi tekanan bagi para penghuninya yang adalah tahanan politik akibat pemberontakan PKI 1927.

Tekanan dan perpecahan diantara orang-orang merah terus mendera penghuni Digul. Ditengah kegilaan ini, tinggal Nayoan yang punya kegilaan sendiri. Dia selalu punya rencana kabur dari kamp Digul terkutuk itu. Dia mencoba kabur tiga kali, dan tiga kali pula gagal. Itulah yang ditulis oleh Sejarawan John Ingleson dalam bukunya “Jalan Ke Pengasingan”.
Dalam pelarian keduanya, Nayoan sukses mencapai Australia dengan berperahu. Meski sukses melewati sungai-sungai Digul, yang katanya buaya sering berkeliaran, namun malangnya Nayoan tidak bisa menerabas hukum Australia—yang punya perjanjian Ekstradisi dengan Hindia Belanda. Tidak lama menikmati bebas dari politik kolonial, Nayoan dikapalkan lagi ke Digul.
Kembali ke Digul tentu bukan hal menyenangkan. Artinya harus kembali lagi menikmati tekanan politik kolonial seperti penghuni kamp lainnya. Mungkin saja ada ejekan bernada pujian dari sesama penghuni karena sukses kabur mencapai Australia walau kemudian tertangkap lagi.
Sebagai tukang kabur yang sering gagal namun hebat, Nayoan tentu tidak terlibat perbedaan paham antar penghuni kamp. Dia terhindar kegilaan tanpa arti penghuni kamp. Kabur lebih punya arti bagi Nayoan. Kabur lebih baik daripada berselisih seperti kawan-kawan merahnya di Digul. Kabur sering diidentikan sebagai tindakan pengecut dan bodoh oleh banyak orang. Nayoan rasanya tahu bahwa aparat kolonial akan terus mengejarnya. Namun, kebebasan adalah hal penting bagi Nayoan. Karenanya dia menjadi tukang kabur legendaris di kamp Digul. Ada impian menuju bebas ketika dia bergabung dengan PKI dan terlibat dalam pemberontakan. Impian menuju bebas itu terus walau dia semakin ditekan.
Dalam pelarian terakhirnya Nayoan mengambil jalan berbeda. Dalam palarian sebelumnya, yang kearah selatan, maka pelarian terakhir Nayoan ini menuju arah utara. Nayoan belajar bagaimana negeri di selatan bernama Australia tidak akan menerimanya, karena ada perjanjian ekstradisi. Karenanya Nayoan kabur ke arah utara. Dimana alam Papua yang ganas harus dinikmatinya.
Aparat kolonial, yang pasti memburunya, lalu tidak menemukan jejak Nayoan sama sekali. Setelah itu tidak ada lagi kabar tentang Thomas Nayoan. Berbagai spekulasi muncul. Ada yang bilang dia jadi korban kanibal suku asli yang masih liar pedalaman Papua. Hal ini tentu saja menakuiti penghuni kamp jika mereka berani kabur seperti Nayoan. Tapi kali ini Nayoan tidak tertangkap aparat kolonial lagi. Bagaimanapun nasibnya, Nayoan benar-benar bebas lagi dari tekanan Gubernemen. Perlawanan Nayoan terhadap politik kolonial pun sukses bagi dirinya.
Kita bisa belajar kegigihan dari Thomas Nayoan. Dia memang berkali-kali gagal. Bagi kita yang risih dengan hal-hal berbau kiri, posisi Thomas Nayoan nampak tidak nyaman dihati, namun faktanya dia adalah pejuang kemerdekaan apapun ideologinya.

I. Pitung yang pantang menyerah dan pelajar yang baik
Pitung sudah jelas-jelas memberikan perlawanan terbaiknya untuk melawan pemerintah colonial yang begitu menindas rakyat. Pitung adalah orang yang layak dicontoh sebagai pelajar yang baik selain sebagai seorang yang berani membela kaum tertindas. Meski tidak pernah sekolah, Pitung adalah orang yang mau belajar. Dia belajar pencaksilat dan ilmu kebatinan dengan tekun pada guru silat yang hebat.
Sebagai pemuda normal di zaman itu, Pitung tentu saja melihat betapa berkuasanya pemerintah kolonial Hindia Belanda sedang menguasai tanah Betawi. Sehari-hari, penderitaan rakyat miskin adalah pemandangan yang sering dilihatnya.  Pitung pun merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, orang-orang Belanda—yang menjadi pegawai pemerintah kolonial—di Betawi, sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup dalam gelimang kemewahan. Rumah dan ladang para Tauke dan para Tuan tanah itu dijaga para centeng (tukang pukul yang juga jago silat) galak. Kemuakan Pitung, belakangan menjadi bibitt pemberontakan. Dengan dibantu oleh teman-temannya Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya.
Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya. Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya itu a dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta, konon, tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, tidak seorang pun mau menceritakan keberadaan Pitung ketika ada polisi yang mencarinya.
Meski demikian, orang-orang kaya, korban perampokan Pitung dan kawan itu, bersama polisi kolonial di Betawi membujuk orang-orang untuk membuka mulut. Polisi kolonial menggunakan cara kekerasan untuk memaksa penduduk membeberkan keberadaan Pitung. Pada suatu hari, polisi kolonial dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga Pitung. Maka mereka menyandera kedua orang tuanya dan Haji Naipin, gurunya.
Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi keberadaan Pitung berada beserta rahasia kekebalan tubuhnya. Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni menyergap Pitung. Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun lacur, rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Pitung tewas seketika. 

J. Princen Yang Cinta Kemerdekaan
Tidak banyak orang-orang Indonesia yang tahu bahwa ada orang-orang tentara Belanda dari Koninklijk Leger atau Koninklijk Landmacth yang disingkat KL yang menyeberang ke pihak Republik dimasa Revolusi kemerdekaan RI.
    Sebutlah Mathias Eijkenboom pemuda Belanda dengan usia awal 20an ketika dikirim ke Indonesia. Seperti banyak pemuda Belanda lainnya, dia dipaksa ikut wajib militer oleh pemrintah Belanda atas nama kejayaan Ratu Belanda. Dia berusaha kabur dari rombongannya yang sedang berlayar diatas kapal menuju Indonesia dengan menceburkan diri ke laut. Karena ditolong kawannya yang melemparkan pelampung, desersi pun gagal.
    Mathias Eijkenboom adalah bagian dari KL yang ditugaskan di Banten. Rencana desersinya terus ada dalam kepala. Suatu kali dirinya jatuh cinta pada seorang gadis Banten. Diam-diam mereka menikah dan tinggal diluar tangsi KL-nya.
    Belakangan Mathias Eijkenboom malah membantu pasukan Republik yang seharusnya dia perangi. Dimana pasukan TNI mendapatkan banyak senjata melalui jasa Eijkenboom, karena Eijkenboom mendapat tugas untuk menghancurkan senjata-senjata, namun senjata itu justru diberikan pada TNI. Eijkenboom kemudian bergabung dengan TNI divisi Siliwangi setelah tentara Belanda asli di pulangkan. Oleh komandannya Eijkenboom dinyatakan hilang dalam tugas. Dari pernikahannya dengan gadis Banten itu, Eijkenboom memiliki anak lekaki yang kemudian dikenal dengan nama Johny Indo. 
    Selain Eijkenboom ada nama Princen. Dia juga pemuda Belanda yang ogah berperang melawan Indonesia. Pemuda ini begitu terpengaruh filsafat ekstensialis Jean paul Sartre dari Perancis—ketika dirinya melarikan diri ke Perancis menghindari wajib militer. Karena ibunya sakit, Princen—yang pernah belajar di Seminari ini—kembali ke Belanda dan ditangkap. Dia lalu terpaksa ikut wajib militer ke Indonesia.
    Princen yang lahir dari kelurga aktivis Sosialis Belanda ini pernah merasakan pendudukan Jerman di Negeri Belanda. Dimana dia ikut melawan. Menduduki Indonesia berarti mengulang kejahatan yang sama seperti apa yang pernah Jerman lakukan pada Belanda pada masa Perang Dunia II.
    Semasa di Indonesia, Princen ditugaskan di Jawa Barat. Disini Princen belajar bahasa Indonesia dan berinteraksi dengan penduduk lokal.  Dirinya juga berkawan Aoh K. Hadiwijaya, kakak dari Ramadhan K. H, yang penyair itu. Kasus pelarian Princen ke Perancis sebelum wajib militer lalu dipermasalahkan di Indonesia pada Oktober-November 1947. Dirinya lalu dihukum 4 bulan di penjara Cipinang.
    Setelah bebas dari Cipinang, Princen ditugaskan ke Purwakarta. Disini dia memiliki komandan yang baik hati. Dimana Princen banyak diberikan kebebasan untuk berkeliaran ke mana saja. Dimana dengan kebebasan itu Princen bergaul dengan beberapa seniman Senen seperti Bahrum Rangkuti atau Balfas.
    Bulan September 1948, Princen desersi dari ketentaraan setelah banyak teman-temannya yang Belanda juga mendahuluinya desersi. Princen cukup bangga dengan tindakan desersinya, karena kakeknya dari pihak ayah juga pernah melakukan hal sama.
    Setelah berkeliaran tidak jelas, akhirnya Princen bergabung dengan pasukan Kala Hitam pimpinan Mayor Kemal Idris. Dirinya turut bergerilya bersama TNI melawan pasukan Belanda baik KL atau KNIL. Semasa gerilya itu Princen juga menikah dengan kawan seperjuangannya. Princen temasuk orang-orang pertama menerima Bintang Gerilya dari Soekarno.  
    Setelah tentara Belanda pergi dari Indonesia pulang ke Negerinya, Princen memilih tinggal di Indonesia. Dia juga bergabung dengan TNI di Siliwangi. Dirinya bahkan sempat menjadi anggota parlemen dan menjadi pejuang HAM di Indonesia.
    Ada kesamaan antara Princen dengan Mathias Eijkenboom, mereka sama pelarian militer Belanda yang menolak berperang melawan Republik. Mereka merasa melakukan hal sama dengan Jerman yang pernah menduduki negeri Belanda. Mereka jug asempat bergabung dengan Siliwangi. Mereka juga menikahi gadis Indonesia dan memiliki anak di Indonesia. Indonesia menjadi tempat mereka berdua menutup mata.
    Mereka berdua hanya contoh pelarian militer Belanda yang menyeberang ke pihak Republik dimasa Revolusi. Masih ada beberapa pelarian militer Belanda yang bergabung dengan Republik. Princen adalah pelarian yang kemudian menonjol dalam sejarah Indonesia.

K. Tirto Sang Pelopor

Hampir kebanyakan orang Indonesia tidak mengenal sosok Tirto Adhi Suryo Dalam pelajaran sejarah di Sekolah nama Tirto juga tidak pernah disebut. Tirto adalah sosok jurnalis yang tulisannya begitu diakui. Apa yang dilakukan Tirto adalah mendorong pergerakan nasional melalui dunia tulis menulis atau jurnalistik. Hal ini kemudian membuatnya menjadi orang yang berbahaya bagi pemerintah kolonial.

Tirto adalah orang yang disukai dan terpandang dalam kalangan pergerakan Nasional. Salah satunya adalah Ki Hajar Dewantara yang terkesan pada Tirto. Tentang Tirto, Ki Hajar pernah menulis:

“kira-kira pada tahun berdirinya boedi oetomo ada seorang wartawan modern, yang menarik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang. yaitu almarhum r.m. djokomono, kemudian bernama tirtohadisoerjo, bekas murid stovia yang waktu itu bekerja sebagai redaktur harian bintang betawi (yang kemudian bernama berita betawi) lalu memimpin medan prijaji dan soeloeh pengadilan. ia boleh disebut pelopor dalam lapangan journalistik.”

Bernama Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo kelahiran Blora 1880 dan meninggal tahun 1918. Dia adalah tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia.
Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Nama Tirto, identik dengan Medan Prijaji. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah orang Indonesia asli.
Tirto dianggap sebagai orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Bacan, dekat Halmahera, Maluku Utara. Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan meninggal dunia tahun 1918. 
Kisah perjuangan dan kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedia Ananta Toer dalam novel-novelyang disebut sebagai Tetralogi Buru yang digambarkan sebagai sosok Minke dan buku Sang Pemula.

Tirto Adhi Suryo tidak sendiri, dalam dunia pers Indonesia terdapat nama Mas Marco Kertodikromo. Marco terkenal dengan tulisan-tulisannya yang keras. Marco juga tidak kalah menderita dengan gurunya, Tirto. Marco juga merasakan pembuangan karena tulisan-tulisannya yang jelas menenantang pemerintah kolonial.

Tirto adalah orang mempelopori pergerakan pers kebangsaan. Dimana sebelumnya pers hanya sebagai media biasa yang bersifat informatif dan tidak begitu peduli dengan politik kolonial pemerintah Hindia Belanda. Tirto adalah orang yang memulai melawan pemerintah kolonial melalui pers.

Apa yang dilakukan Tirto, tidak hanya membutuhkan keberanian, melainkan juga kecerdasan. Tirto adalah orang yang layak digolongkan sebagai kaum intelektual. Tirto adalah jebolan sekolah kedokteran STOVIA di Jakarta. Dia memilih mengorbankan kuliahnya untuk memilih jalan untuk menjadi jurnalis yang berpihak pada rakyat kecil. Sebelumnya, Tirto yang keturunan Bupati adalah lulusan HBS sebuah sekolah elit di zaman kolonial. Jelas jika Tirto adalah orang terpelajar. Dia kemudian menjalani hidupnya yang penih penderitaan.

Banyak hal yang bisa dipelajari Tirto bahwa perjuangan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Tirto meninggal sebagai orang yang terlupakan dan dalam hidup yang begitu sengsara. Jalan yang dipilih Tirto bukan jalan yang menyenangkan, melainkan penuh resiko. Namun Tirto memilihnya dengan sadar.

Dari Tirto kita bisa belajar tentang bagaimana menjadi pelopor, berani, berjuang dan bercita-cita tinggi. Banyak yang bisa dipelajari dari Tirto. Sebagai tokoh yang berjuang dan berjasa bagi Indonesia, Tirto layak menjadi teladan bangsa Indonesia. Meski kenyataan Tirto terlupakan, dirinya tertutupi oleh bayang-bayang tokoh-tokoh sejarah yang lain.


L. Sukarno yang Berani dan Penuh Percaya

Soekarno, sebagai  seorang Insinyur lulusan Technische Hoge School (THS) Bandung, tentunya bisa hidup mapan jika dirinya tidak terlibat pergerakan nasional. Pergerakanlah yang membuatnya dipenjara oleh pemerintah kolonial.  Dia mulai ditahan sejak 29 Desember 1929. Soekarno selanjutnya diadili dan dibuang. soekarno ditangkap bersama Maskoen, Soepriadinata dan Gatot Mangkupraja. Pada 26 Juli 1930, para pemimpin PNI yang ditangkap ditahan dipenjara Bentjauj, Bandung. Tuduhan yang dituduhkan pada mereka adalatiba penghasutan,  persekongkolan revolusi, mengganggu ketertiban umum dan penggulingan pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, suratkabar Bataviasche Nieuwsblad, edisi 26 Juli 1930, malah menuduh PNI yang dipimpin Soekarno sebagai pewaris PKI—yang beberapa tahun sebelumnya yang berontak dan gagal.
    Proses politik diberlakukan oleh majelis hakim dalam peradilan tersebut. Banyak kalangan menduga bahwa tujuan dari pengadilan dan ancaman hukuman yang dijatuhkan terhadap Soekarno dan kawan-kawan hanyalah salah satu bagian dari politik memecah-belah konsentrasi dan melumpuhkan perjuangan pergerakan bangsa waktu itu.
Meski proses peradilan digelar di Bandung, Soekarno sebenarnya ditangkap di Yogyakarta. Saat itu, Soekarno dan Gatot Mangkoepraja tengah mengikuti pertemuan politik di Kota Solo. Mereka menginap satu malam di Yogyakarta, tepatnya di rumah Mr. Soejoedi. Pagi hari pada tanggal 29 Desember 1929, mereka ditangkap seorang inspektur Belanda dan setengah lusin polisi Indonesia atas nama Sri Ratu. Mereka ditahan satu malam di penjara Margangsan. Keesokan harinya mereka dibawa ke Bandung dan ditahan di Penjara Banceuy. Tak lama setelah itu, Maskoen dan Soepriadinata menyusul ditahan di Banceuy selama 8 bulan.
     Pada 4 Agustus 1930, para pengacara pimpinan PNI diizinkan mendatangi penjara Bentjauj. Mereka alah Mr. soejoedi, Mr sartono, Mr. Sastromoeljono, raden Idih Prawiradiputra. Mereka melakukan diskusi soal kasus penahanan itu.Inggit, yang telah mejadi istri Soekarno awalnya tidak diizinkan mengunjungi suaminya penjara. Begitupun istri Gatot Mangkupraja.
Soekarno yang kemudian melahirkan pledoi Indonesia Mengugat, yang kemudian diucapkan dimuka Landraad  (pengadilan rendah) pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pledoi ini kemudian melegenda, sekaligus mentasbihkan Soekarno sebagai musuh utama pemerintah kolonial—yang begitu rajin membuang Soekarno. Soekarno kemudian hidup dalam pengasingan, di luar Jawa, agar tidak mempengaruhi kalangan Intelektual pergerakan lain di Jawa.
Atas bantuan Inggit Garnasih, yang kala itu masih istri soekarno, maka soekarno bisa hidup layak dibanding kebanyakan tahanan penjara kolonial lain yang sangat terasing. Beruntung Soekarno memiliki Inggit, yang kemudian harus tersakiti oleh Soekarno, padahal dengan setia Inggit mendampingi bahkan menopang hidupnya ketika terpenjara.Di dalam penjara kolonial itu Soekarno menuliskan pledoinya.
    Pledoi itu kemudian dibacakan di gedung Landraad Bandung. karenanya gedung itu kemudian dinamakan Gedung Indonesia Mengugat (GIM). Pledoi soekarno tidak mampu melepaskanjeratan huku pemerintah kolonial yang kemudian memenjarakan dan membuang Soekarno.
    Setelah menulis Indonesia menggugat, Soekarno tidak lagi menulis hal-hal penting selama di pembuangan. Tulisan dasyatnya hanya lahir sebelum vonis penjara dijatuhkan padanya. tidak sesudahnya. Belakangan, Soekarno lebih dikenal sebagai orator ulung. Tidak heran jika Soekarno  memiliki lebih banyak pendukung dibanding tokoh pergerakan mana pun di Indonesia. Di kalangan pergerakan nasional, Soekarno lebih menginginkan sebuah partai massa dibanding sebuah partai kader yang kecil namun efisien. Bakat oratornya sangat mendukung keinginannya, karena mampu mengundang banyak massa. PNI yang didirikannya adalah partai massa, sebelum akhirnya dibekukan oleh pemerintah kolonial.
    Pengalaman sebagai orator ulung di PNI, membuat Soekarno mampu menjadikan sidang, semula yang diniatkan pemerintah kolonial untuk menjatuhkan dirinya, berubah menjadi rapat umum. Dan orang-orang yang menghadiri sidang itu pun menjadi peserta rapatnya. soekarno menyampaikan pembelaannya secara maraton yang tak terbantahkan. Juga membeberkan pesannya dengan penuh tenaga.Segala dipersiapkan dalam tujuh seengah bulan, dan masih berlangsung sampai ketika persidangan berjalan.
    Soekarno nampak melakukan percakapan diri impresif. Soekarno juga memberikan gambaran yang tajam, kuat dan meyakinkan dalam kerangka argumen keIndonesiaan yang dipenuhi gagasan-gagasan dalam bahasa-bahasa Eropa dan bersumber dari pemikiran barat. Pemikiran Soekarno, meski untuk Indonesia, menurut sejarawan barat macam Bob Hering, lebih dekat dengan semangat barat dibanding semangat keindonesiaan. Dimana banyak referensi dari sosial demokrat digunakan Soekarno.  
    Sukarno dikenal dengan orasinya yang begitu hebat. Hal ini karena kepercayaan dirinya yang begitu tinggi. Dengan apa yang dialaminya, mulai dari berjuang melawan pemerintah kolonial dan juga merasakan penjara kolonial adalah bentuk perjuangan yang beresiko pada penderitan berat yang dialaminya. Sukarno tidak pernah berhenti bermimpi tentang Indonesia merdeka. Meski dalam pembuangan dan pengucilan oleh pemerintah kolonial, Sukarno tetap berjuang. Tidak heran jika Sukarno adalah simbol perlawanan rakyat dunia ketiga, di Asia dan Afrika.

Sukarno tidak pernah berhenti berjuang untuk harga diri rakyat Asia Afrika yang baru saja terbebas dari belelnggu imperialis. Sukarno tetapmengajak bangsa-bangsa Asia dan afrika yang baru merdeka untuk mau bersikap mandiri dan berani sejajar dengan bangsa-bangsa yang sebelumnya sudah maju.

Lebih baru Lebih lama