Lahir dengan nama Bambang Penyukilan, seorang ksatria sakti yang hidup pada jaman Dunia Wayang masih bergema kejayaan negri Maespati, ratusan warsa sebelum kejayaan Prabu Rama dari negri Ayodya. Tidak begitu jelas asal usul Bambang Penyukilan. Ada yang mengatakan dia adalah keturunan bangsa Raksasa, anak seorang pertapa sakti Begawan Salantara. Tapi yang paling banyak dipercaya orang, dia adalah seorang keturunan raja Jin, Prabu WelGeduwelBeh dan permaisuri dari bangsa Gandarwa.
Yang jelas, dikisahkan kemudian Bambang Penyukilan tumbuh menjadi ksatria yang sakti tanpa tanding, juga kaya, sehingga timbul watak sombongnya, untuk membuktikan bahwa dialah yang paling sakti di seluruh Dunia Wayang. Takdir mempertemukannya dengan seorang ksatria sakti lain bernama Bambang Sukati. Seorang sakti dari bangsa Gandarwa, yang kebetulan juga memiliki sesumbar yang sama dengan Panyukilan.
Begitu lama keduanya bertempur. Sama sakti, sama kuat, keduanya sama-sama luka parah, badan mereka hancur, muka mereka tak lagi setampan sebelumnya. Dan keduanya menjadi kasat mata. Bangsa Jin dan Gandarwa yang sedianya tak kasat mata, luka-luka parah itu membuat mereka menjadi kasat mata, terluka mengerikan dan cacat.
Adalah Semar yang melerai mereka, menolong mereka dari kematian, menyembuhkan luka fisik, dan pikiran mereka. Tapi tetap penampilan mereka menjadi berbeda. Mereka pun berganti nama. Sukati menjadi Nala Gareng, dan Panyukilan menjadi Petruk.
Kehidupan Petruk berubah sejak itu. Petruk belajar banyak tentang makna hakiki kehidupan dari Semar. Yang ada pada pikiran dan hatinya kemudian hanyalah mengabdi dan mengabdi. Mengabdi kepada kebenaran, mengabdi kepada kehidupan. Kesaktian Petruk tetap tinggi, tapi dia tak lagi pernah dengan sombong menunjukkan kesaktiannya. Tingginya ilmu kanuragan hanya dipakai ketika terpaksa, ketika semua orang lupa, dia mengalahkan dan mengingatkan semua yanglupa dengan kesaktiannya.
Dia menanggalkan semua kekayaannya. Ketika orang lain bangga dengan kekayaan atas semua apa yang dipunya, Petruk justru merasa kaya ketika tidak punya apa-apa. Semuanya diberikan kepada orang lain, kantongnya menjadi kosong, karena itulah dia dijuluki Petruk Kantong Bolong, sudah merasa kaya dengan kantong tanpa isi. Seluruh hidupnya dicurahkan untuk mengabdi raja-raja besar. Dari sejak Rama penguasa Ayodya, Abiyasa ketika bertahta di Hastinapura, sampai jaman Pandu Dewanata, kemudian mengabdi Arjuna, sampai Abimanyu, dan jaman kejayaan Parikesit. Pengabdiannya bukanlah pengabdian buta, karena pengabdian yang sesungguhnya dia curahkan kepada kehidupan dan Sang Pencipta. Petruk tak segan-segan menegur tuan-tuannya bila dari matanya, para raja itu dianggap melakukan kesalahan.
Kematiannya masih menjadi misteri, dia hilang bersama raganya entah kemana.
Pitoyo Amrih
www.pitoyo.com
Yang jelas, dikisahkan kemudian Bambang Penyukilan tumbuh menjadi ksatria yang sakti tanpa tanding, juga kaya, sehingga timbul watak sombongnya, untuk membuktikan bahwa dialah yang paling sakti di seluruh Dunia Wayang. Takdir mempertemukannya dengan seorang ksatria sakti lain bernama Bambang Sukati. Seorang sakti dari bangsa Gandarwa, yang kebetulan juga memiliki sesumbar yang sama dengan Panyukilan.
Begitu lama keduanya bertempur. Sama sakti, sama kuat, keduanya sama-sama luka parah, badan mereka hancur, muka mereka tak lagi setampan sebelumnya. Dan keduanya menjadi kasat mata. Bangsa Jin dan Gandarwa yang sedianya tak kasat mata, luka-luka parah itu membuat mereka menjadi kasat mata, terluka mengerikan dan cacat.
Adalah Semar yang melerai mereka, menolong mereka dari kematian, menyembuhkan luka fisik, dan pikiran mereka. Tapi tetap penampilan mereka menjadi berbeda. Mereka pun berganti nama. Sukati menjadi Nala Gareng, dan Panyukilan menjadi Petruk.
Kehidupan Petruk berubah sejak itu. Petruk belajar banyak tentang makna hakiki kehidupan dari Semar. Yang ada pada pikiran dan hatinya kemudian hanyalah mengabdi dan mengabdi. Mengabdi kepada kebenaran, mengabdi kepada kehidupan. Kesaktian Petruk tetap tinggi, tapi dia tak lagi pernah dengan sombong menunjukkan kesaktiannya. Tingginya ilmu kanuragan hanya dipakai ketika terpaksa, ketika semua orang lupa, dia mengalahkan dan mengingatkan semua yanglupa dengan kesaktiannya.
Dia menanggalkan semua kekayaannya. Ketika orang lain bangga dengan kekayaan atas semua apa yang dipunya, Petruk justru merasa kaya ketika tidak punya apa-apa. Semuanya diberikan kepada orang lain, kantongnya menjadi kosong, karena itulah dia dijuluki Petruk Kantong Bolong, sudah merasa kaya dengan kantong tanpa isi. Seluruh hidupnya dicurahkan untuk mengabdi raja-raja besar. Dari sejak Rama penguasa Ayodya, Abiyasa ketika bertahta di Hastinapura, sampai jaman Pandu Dewanata, kemudian mengabdi Arjuna, sampai Abimanyu, dan jaman kejayaan Parikesit. Pengabdiannya bukanlah pengabdian buta, karena pengabdian yang sesungguhnya dia curahkan kepada kehidupan dan Sang Pencipta. Petruk tak segan-segan menegur tuan-tuannya bila dari matanya, para raja itu dianggap melakukan kesalahan.
Kematiannya masih menjadi misteri, dia hilang bersama raganya entah kemana.
Pitoyo Amrih
www.pitoyo.com