Syahdan raja Mandraka prabu salya duduk di singgasana dihadap oleh putra mahkota raden Rukmarata dan patih praja bernama Tuhayata. Raja membicarakan perihal perkawinan putra-putrinya yang bernama Dewi surtikanti dan prabu Jayapitana dari kerajaan Astina.
Selagi mereka berbincang-bincang, datanglah patih Astina Arya Sakuni. Kepada raja dilaporkan perihal persiapan Prabu Jayapitana mengenahi akan perkawinannya dengan putra-putri raja, dan berdatang sembah memohon kapan kiranya temanten lelkai dapat diarak untuk dipertemukan dengan calon temanten perempuan. Raja menjawanya, bahwasanya sebelum dipertemukan, prabu Jayapitana harus melaksanakan permintaan syarat perkawinan puterinya, ialah diadakan patah (pengiringtemanten) temanten, ialah seorang ksatria rupawan , dan tiada lagi cacat pada dirinya. Manakala persyaratan telah diwujudkan, setiap saat prabu Jayapitana akan dipertemukan dengan Dewi Surtikanti. Banyak para tamu yang menyaksikannya, antara lain prabu Baladewa raja Mandura, raja Amarta prabu Puntadewa beserta sudara-sudaranya, ialah raden arya Werkudara, raden Pinten dan Tansen. Setelah raja bersabda, mundurlah patih skauni kembali ke praja Astina. Raja pun segera kembali ke dalam kraton, menemui prameswari Dewi Setyawati. Kepadanya diuraikan apa yang telah terjadi dipasewakan, usai raja berbincang-bincang, lajulah ke sasana pambojanan, diiringkan oleh permaisuri, tak ketinggalan putra-putrinya Dewi Banowati.
Para tamu bersinggah dipemondokan mandraka, yang dipersiapkan oleh patih Tuhayata.
Di praja Petapralaya, prabu Radeya mengadakan perembugan dengan putranya yang bernama raden Suryanirada, Dewi Suryawati dan patih praja ialah Druwajaya. Masalahnya berkisar perihal lolosnya putra sulung raja, yang bernama raden Suryaputra, sebab kepadanya pernah diajukan saran, hendaknya mempersiapkan diri untuk dikawinkan. Agaknya raden Suryaputra pergi meninggalkan praja Petapralaya, dengan alasan tidak atau belum berkehendak dikawinkan oleh ayahanda raja. Kepada patih Druwajaya diperintahkan untuk melacak kepergian raden Suryaputra, sekaligus menemukan membawanya kembali ke praja. Patih segera memohon diri, untuk segera melaksanakan tugasnya.
Tersebutlah raja yaksa bernama prabu Kalakarna, negaranya bernama Awangga. Raja yaksa sangat jatuh hati kepada putra-putrinya raja Mandraka Dewi Surtikanti. Semula raja bermaksud akan pergi sendiri ke praja Mandraka Dewi Surtikanti. Semula raja bermaksud akan pergi sendiri ke praja Mandraka, tetapi pengasuh raja yang setia bernama Kidanganti menyarankan, sebaiknya mengirimkan duta terlebih dahulu, sekaligus untuk menyampaikan surat lamaran raja. Prabu kalakarna menyetujuinya, dan kepada yaksa Kalakurenda, beserta teman-temannyaa Kalamamrang, Kalagutaka, diperintahkan untuk segera berangkat. Dalam perjalanannya bertemulah para yaksa dengan wadyabala Mandraka, terjadilah perselisihan dan peperangan, tetapi kedua-duanya berusaha menghindarkan diri sehingga kedua-duanya melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Resi Abiyasa dipertapaannya Wukir Retawu, dihadap oleh cucundanya bernama raden pamadi, tak lupa turut serta Kyai Semar, Nalagareng, dan Petruk. Resi Abiyasa menyarankan kepada raden Pamadi untuk segera kembali ke praja dikarenakan akan besar manfaatnya. Kembalilah raden Pamadi diikuti oleh panakawan, ditengah hutan bertemu dengan para yaksa dari Awangga, sehingga terjadilah peperangan. Raden Pamade dapat mebunuhnya, dan lajulah raden Pamade menuju Amarta.
Di Kahyangan Jonggringsalaka, Hyang Girinata yang sedang dihadap oleh para dewa, tampak hadir resi Narada, sa\ng Hyang Brahma, Hyang Panyarikan. Hyang Girinata bersabda kepada Narada, hendaknya segera turun ke Marcapada untuk meberikan anugerah pusaka yang bernama Kunta kepada raden Pamade. Turunlah Narada ke Madyapada dengan membawa senjata Kunta, untuk dianugerahkan kepada raden Pamade.
Di kaki gunung Jamurdipa, raden Suryaputra yang sedang bertapa, didatangi resi Narada, yang mengiranya raden Pamade. Kepada Raden Suryaputra yang dikira raden Pamade , resi Narada menguraikan maksudnya, bahwa kedatangannya tak lain diutus oleh Hyang Girinata untuk menemuinya dan memberikan anugerah dewa senjata sakti berwujud Kunta, namanya Wijayadanu. Setelah raden Suryaputra menerima pemberian dewa, kepada resi Narada mengakulah bahwasanya dia bukan raden Pamade, melainkan putra raja Petapralaya, dan dia sendiri bernama raden Suryaputra. Resi Narada merasakan kekeliruannya, dan berusaha minta kembali saenjata skti berwujud panah tersebut. Raden Suryaputra mempertahankan sehingga hanya tempatnya saja yang dapat direbut oleh narada, selanjutnya kembalilah sang resi ke Kahyangan Jonggringsalaka untuk melapor kepada Hyang Girinata. Raden Suryaputra bertemu dengan patih Druwajaya, dan mereka melanjutkan perjalannya.
Patih sakuni melapor kepada prabu Kurupati yang disaksikan pula oleh para kurawa, yakni raden Dursasana, Durmagati Citraksa dan Citraksi, bahwasanya raja Mandraka mengajukan persyaratan kelengkapan temanten laki, adanya patah temanten seorang ksatriya yang rupawan dan lagi pula harus tampa cacat sedikitpun. Prabu Kurupati mendengarkan dengan penuh perhatian, tak ada upaya lain kecuali mengusahakannya. Kepada patih sakuni diperintahkannya Pamade dijadikan patahnya. Berangkatlah raden Sakuni beserta para Korawa menuju ke praja Amarta.
Dewi Kunti yang tinggal di istana Amarta, menerima kedatangan raden Pamade beserta para Pnaakawannya. Tak lama datang pula Sakuni, setelah berdatang sembah diuraikannya maksud dan kehendak prabu Kurupati, bahwasanya raden Pamade dimohon bantuannya untuk bersedia dijadikan patah bagi calon temanten laki, yang tak lain prabu Kurupati. Dewi Kunti memperkenankannya, arya Sakuni memohon diri, kembali ke praja Astina diikuti oleh raden Pamade, dan para Panakawannyaa.
Kedatangannya patih arya Sakuni dengan mebawa pula raden Pamade sangat melegakan hati prabu Kurupati. Segera diperintahkan, untuk mempersiapkan keberangkatannya ke praja Mandraka, tak lupa raden Pamade diikutsertakan sebagai patah.
Di kerajaan mandraka, prabu salya menerima para tamu, ialah prabu Baladewa raja Mandraka, prabu Puntadewa raja Amarta, arya Bratasena, Pinten dan tansen. Raja menerima laporan bahwa pesanggrahan tempat untuk calon temanten laki dan rombongannya telah selesai.
Tak lama datanglah rombongan temanten laki dari Astina, raja Salya menerima calon temanten laki. Kepadanya dan rombongan dari Astina, dan para tamu lainnya segera dipersilahkan untuk beristirahat di pesanggrahan, raden Pamade dibawa langsung menuju ke kradenayon, diserahkan kepada Dewi Banowati.
Dewi Banowati sebenarnya jatuh cinta kepada raden Pamade, demikian pula raden Pamade melayaninya. Kepada Raden Pamade Dewi Banowati menceritakan, bahwa di tempat peraduan kakaknya ialah Dewi Surtikanti terlihat ada seorang ksatriya, yang sengaja ulah asmara dengan sang dewi, tindakan tersebut tak ubahnya sebagai pencuri asmara saja. Raden Pamade yang menerima laporan berusaha untuk mebuktikannya, dan seteklah sampai di kamarnya Dewi Surtikanti, tak ayal lagi memang benar bahwasanya ditempat peraduan sang dewi terlihat ada bayangan manusia berusaha melarikan diri, yang tak lain raden Suryaputra. Raden Pamade segera mengejarnya diikuti oleh raden Bratasena, dan Prabu Baladewa. Peperangan terjadi antara raden Bratasena dan pengikut raden Suryaputra ialah patih Druwajaya, dan raden Suryanirada bertemu dengan prabu Baladewa, akhirnya mereka menghindarkan diri untuk berkumpul dengan raden Suryaputra.
Konon raden Pamade mengejar raden Suryaputra langsung ke praja Petapralaya, diterima oleh Prabu radeya, diskasikan oleh putra-putri raja Dewi suryanawati. Sang Dewi tidak menyangka akan raden pamade yang disangkanya raden Suryaputra. Dengan alasan sudah rindu kepada saudaranya segera dipeluknaya, demikian pula raden Pamade menimbanginya. Kepada raja Radeya, raden Pamade melaporkan bahwasanya sang raden telah memboyongi putri Mandraka, bernama Dewi Surtikanthi sekarang dalam perjalanan ke praja Petapralaya. Raden Pamade mengutarakan maksudnya, untuk menemani sang dewi, dewi Suryanawati dimintakan izin kepada prabu radeya. Raj radeya memperkenankan dan dibawalah sang dewi bersama-sama meninggalkan praja Petapralaya.
Seusai raden Pamade bermohon diri, datanglah raden Suryaputra, tentu saja sang raja terheran-heran, mengapa sang raden cepat kembali. Lebih terheran-heran lagi raden Suryaputra dalam hatinya sudah menyangka bahwasanya tak lain tentu ulah raden Pamade. Kepada ayahandanya diceritakan segala permasalahannya yang menimpa dirinya, dan bermohon diri untuk mengejar raden Pamade. Bertemulah raden Suryaputra dengan raden Pamade yang membawa Dewi Suryanawati, peperangan terjadi. Raden Suryaputra dapat dilukai pelipisnya oleh raden Pamade, selagi mereka berperang rame-ramenya Hyang Narada turun ke bumi untuk melerainya. Kepada mereka dijelaskan, bahwa raden Suryaputra sebenarnya masih saudaranya sendiri, malahan dia yang tertua dari keluarga Pandawa, terlahir satu ibu dari Ibu Kunti. Pada waktu bayi dihanyutkan di samodra, ditemukan oleh Prabu radeya, selanjutnya diangkat sebagai putra pribadi. Kepada raden Pamade diminta bantuannya untuk menyelesaikan perkawinan saudara tuanya, ialah raden Suryaputa yang akan mempersunting putri Mandraka benama Dewi Surtikanthi, dan rtaden Pamade menyanggupkan diri, keduanya berangkat, resi Narada kembali ke kahyangan.
Dewi Surtikanthi yang sendirian ditempat peraduannya dengan didampingi oleh emban malihan ialah raksasa bernama Kidanganti, yang segera mnyergapnya membawa lari snag dewi. Seisi kraton geger, mencari hilangnya sang Dewi Surtikanthi, salah satu inang pengasuhnya segera melapor pada praja perihal hilangnya sang dewi.
Selagi inang melapor, raja sedang menerima kedatangan raden Pamade beserta Surayputra, segera raja memerintahkan kepada Pamade untuk menagkap pencuri dan membawanya kembali Dewi Surtikanthi, raden Pamade menyanggupkan diri dengan permohonan, nantinya jika telah kembali sang dewi dimohonkannya untuk diperjodohkan dengan raden Suryaputra, raja Salya memberikan kesanggupannya, raden Pamade berangkat mencari penyandera sang dewi, diikuti oleh saudara tuanya raden Suryaputra dan raden Burisrawaa.
Datanglah Ditya wanita Kidanganti, Dewi Surtikanthi sgerera diserahkan kepada raja Awangga prabu Kalakarna, sang raja sangat bersukacita menerima Dewi Surtikanthi, segera diperintahkan untuk segera diistirahatkan di iostana kraton Awangga. Akan halnya raden Pamade, raden Suryaputra dan raden Bratasena lebih dahulu berada di Kraton Awangga.
Selagi mereka berbincang-bincang, datanglah patih Astina Arya Sakuni. Kepada raja dilaporkan perihal persiapan Prabu Jayapitana mengenahi akan perkawinannya dengan putra-putri raja, dan berdatang sembah memohon kapan kiranya temanten lelkai dapat diarak untuk dipertemukan dengan calon temanten perempuan. Raja menjawanya, bahwasanya sebelum dipertemukan, prabu Jayapitana harus melaksanakan permintaan syarat perkawinan puterinya, ialah diadakan patah (pengiringtemanten) temanten, ialah seorang ksatria rupawan , dan tiada lagi cacat pada dirinya. Manakala persyaratan telah diwujudkan, setiap saat prabu Jayapitana akan dipertemukan dengan Dewi Surtikanti. Banyak para tamu yang menyaksikannya, antara lain prabu Baladewa raja Mandura, raja Amarta prabu Puntadewa beserta sudara-sudaranya, ialah raden arya Werkudara, raden Pinten dan Tansen. Setelah raja bersabda, mundurlah patih skauni kembali ke praja Astina. Raja pun segera kembali ke dalam kraton, menemui prameswari Dewi Setyawati. Kepadanya diuraikan apa yang telah terjadi dipasewakan, usai raja berbincang-bincang, lajulah ke sasana pambojanan, diiringkan oleh permaisuri, tak ketinggalan putra-putrinya Dewi Banowati.
Para tamu bersinggah dipemondokan mandraka, yang dipersiapkan oleh patih Tuhayata.
Di praja Petapralaya, prabu Radeya mengadakan perembugan dengan putranya yang bernama raden Suryanirada, Dewi Suryawati dan patih praja ialah Druwajaya. Masalahnya berkisar perihal lolosnya putra sulung raja, yang bernama raden Suryaputra, sebab kepadanya pernah diajukan saran, hendaknya mempersiapkan diri untuk dikawinkan. Agaknya raden Suryaputra pergi meninggalkan praja Petapralaya, dengan alasan tidak atau belum berkehendak dikawinkan oleh ayahanda raja. Kepada patih Druwajaya diperintahkan untuk melacak kepergian raden Suryaputra, sekaligus menemukan membawanya kembali ke praja. Patih segera memohon diri, untuk segera melaksanakan tugasnya.
Tersebutlah raja yaksa bernama prabu Kalakarna, negaranya bernama Awangga. Raja yaksa sangat jatuh hati kepada putra-putrinya raja Mandraka Dewi Surtikanti. Semula raja bermaksud akan pergi sendiri ke praja Mandraka Dewi Surtikanti. Semula raja bermaksud akan pergi sendiri ke praja Mandraka, tetapi pengasuh raja yang setia bernama Kidanganti menyarankan, sebaiknya mengirimkan duta terlebih dahulu, sekaligus untuk menyampaikan surat lamaran raja. Prabu kalakarna menyetujuinya, dan kepada yaksa Kalakurenda, beserta teman-temannyaa Kalamamrang, Kalagutaka, diperintahkan untuk segera berangkat. Dalam perjalanannya bertemulah para yaksa dengan wadyabala Mandraka, terjadilah perselisihan dan peperangan, tetapi kedua-duanya berusaha menghindarkan diri sehingga kedua-duanya melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Resi Abiyasa dipertapaannya Wukir Retawu, dihadap oleh cucundanya bernama raden pamadi, tak lupa turut serta Kyai Semar, Nalagareng, dan Petruk. Resi Abiyasa menyarankan kepada raden Pamadi untuk segera kembali ke praja dikarenakan akan besar manfaatnya. Kembalilah raden Pamadi diikuti oleh panakawan, ditengah hutan bertemu dengan para yaksa dari Awangga, sehingga terjadilah peperangan. Raden Pamade dapat mebunuhnya, dan lajulah raden Pamade menuju Amarta.
Di Kahyangan Jonggringsalaka, Hyang Girinata yang sedang dihadap oleh para dewa, tampak hadir resi Narada, sa\ng Hyang Brahma, Hyang Panyarikan. Hyang Girinata bersabda kepada Narada, hendaknya segera turun ke Marcapada untuk meberikan anugerah pusaka yang bernama Kunta kepada raden Pamade. Turunlah Narada ke Madyapada dengan membawa senjata Kunta, untuk dianugerahkan kepada raden Pamade.
Di kaki gunung Jamurdipa, raden Suryaputra yang sedang bertapa, didatangi resi Narada, yang mengiranya raden Pamade. Kepada Raden Suryaputra yang dikira raden Pamade , resi Narada menguraikan maksudnya, bahwa kedatangannya tak lain diutus oleh Hyang Girinata untuk menemuinya dan memberikan anugerah dewa senjata sakti berwujud Kunta, namanya Wijayadanu. Setelah raden Suryaputra menerima pemberian dewa, kepada resi Narada mengakulah bahwasanya dia bukan raden Pamade, melainkan putra raja Petapralaya, dan dia sendiri bernama raden Suryaputra. Resi Narada merasakan kekeliruannya, dan berusaha minta kembali saenjata skti berwujud panah tersebut. Raden Suryaputra mempertahankan sehingga hanya tempatnya saja yang dapat direbut oleh narada, selanjutnya kembalilah sang resi ke Kahyangan Jonggringsalaka untuk melapor kepada Hyang Girinata. Raden Suryaputra bertemu dengan patih Druwajaya, dan mereka melanjutkan perjalannya.
Patih sakuni melapor kepada prabu Kurupati yang disaksikan pula oleh para kurawa, yakni raden Dursasana, Durmagati Citraksa dan Citraksi, bahwasanya raja Mandraka mengajukan persyaratan kelengkapan temanten laki, adanya patah temanten seorang ksatriya yang rupawan dan lagi pula harus tampa cacat sedikitpun. Prabu Kurupati mendengarkan dengan penuh perhatian, tak ada upaya lain kecuali mengusahakannya. Kepada patih sakuni diperintahkannya Pamade dijadikan patahnya. Berangkatlah raden Sakuni beserta para Korawa menuju ke praja Amarta.
Dewi Kunti yang tinggal di istana Amarta, menerima kedatangan raden Pamade beserta para Pnaakawannya. Tak lama datang pula Sakuni, setelah berdatang sembah diuraikannya maksud dan kehendak prabu Kurupati, bahwasanya raden Pamade dimohon bantuannya untuk bersedia dijadikan patah bagi calon temanten laki, yang tak lain prabu Kurupati. Dewi Kunti memperkenankannya, arya Sakuni memohon diri, kembali ke praja Astina diikuti oleh raden Pamade, dan para Panakawannyaa.
Kedatangannya patih arya Sakuni dengan mebawa pula raden Pamade sangat melegakan hati prabu Kurupati. Segera diperintahkan, untuk mempersiapkan keberangkatannya ke praja Mandraka, tak lupa raden Pamade diikutsertakan sebagai patah.
Di kerajaan mandraka, prabu salya menerima para tamu, ialah prabu Baladewa raja Mandraka, prabu Puntadewa raja Amarta, arya Bratasena, Pinten dan tansen. Raja menerima laporan bahwa pesanggrahan tempat untuk calon temanten laki dan rombongannya telah selesai.
Tak lama datanglah rombongan temanten laki dari Astina, raja Salya menerima calon temanten laki. Kepadanya dan rombongan dari Astina, dan para tamu lainnya segera dipersilahkan untuk beristirahat di pesanggrahan, raden Pamade dibawa langsung menuju ke kradenayon, diserahkan kepada Dewi Banowati.
Dewi Banowati sebenarnya jatuh cinta kepada raden Pamade, demikian pula raden Pamade melayaninya. Kepada Raden Pamade Dewi Banowati menceritakan, bahwa di tempat peraduan kakaknya ialah Dewi Surtikanti terlihat ada seorang ksatriya, yang sengaja ulah asmara dengan sang dewi, tindakan tersebut tak ubahnya sebagai pencuri asmara saja. Raden Pamade yang menerima laporan berusaha untuk mebuktikannya, dan seteklah sampai di kamarnya Dewi Surtikanti, tak ayal lagi memang benar bahwasanya ditempat peraduan sang dewi terlihat ada bayangan manusia berusaha melarikan diri, yang tak lain raden Suryaputra. Raden Pamade segera mengejarnya diikuti oleh raden Bratasena, dan Prabu Baladewa. Peperangan terjadi antara raden Bratasena dan pengikut raden Suryaputra ialah patih Druwajaya, dan raden Suryanirada bertemu dengan prabu Baladewa, akhirnya mereka menghindarkan diri untuk berkumpul dengan raden Suryaputra.
Konon raden Pamade mengejar raden Suryaputra langsung ke praja Petapralaya, diterima oleh Prabu radeya, diskasikan oleh putra-putri raja Dewi suryanawati. Sang Dewi tidak menyangka akan raden pamade yang disangkanya raden Suryaputra. Dengan alasan sudah rindu kepada saudaranya segera dipeluknaya, demikian pula raden Pamade menimbanginya. Kepada raja Radeya, raden Pamade melaporkan bahwasanya sang raden telah memboyongi putri Mandraka, bernama Dewi Surtikanthi sekarang dalam perjalanan ke praja Petapralaya. Raden Pamade mengutarakan maksudnya, untuk menemani sang dewi, dewi Suryanawati dimintakan izin kepada prabu radeya. Raj radeya memperkenankan dan dibawalah sang dewi bersama-sama meninggalkan praja Petapralaya.
Seusai raden Pamade bermohon diri, datanglah raden Suryaputra, tentu saja sang raja terheran-heran, mengapa sang raden cepat kembali. Lebih terheran-heran lagi raden Suryaputra dalam hatinya sudah menyangka bahwasanya tak lain tentu ulah raden Pamade. Kepada ayahandanya diceritakan segala permasalahannya yang menimpa dirinya, dan bermohon diri untuk mengejar raden Pamade. Bertemulah raden Suryaputra dengan raden Pamade yang membawa Dewi Suryanawati, peperangan terjadi. Raden Suryaputra dapat dilukai pelipisnya oleh raden Pamade, selagi mereka berperang rame-ramenya Hyang Narada turun ke bumi untuk melerainya. Kepada mereka dijelaskan, bahwa raden Suryaputra sebenarnya masih saudaranya sendiri, malahan dia yang tertua dari keluarga Pandawa, terlahir satu ibu dari Ibu Kunti. Pada waktu bayi dihanyutkan di samodra, ditemukan oleh Prabu radeya, selanjutnya diangkat sebagai putra pribadi. Kepada raden Pamade diminta bantuannya untuk menyelesaikan perkawinan saudara tuanya, ialah raden Suryaputa yang akan mempersunting putri Mandraka benama Dewi Surtikanthi, dan rtaden Pamade menyanggupkan diri, keduanya berangkat, resi Narada kembali ke kahyangan.
Dewi Surtikanthi yang sendirian ditempat peraduannya dengan didampingi oleh emban malihan ialah raksasa bernama Kidanganti, yang segera mnyergapnya membawa lari snag dewi. Seisi kraton geger, mencari hilangnya sang Dewi Surtikanthi, salah satu inang pengasuhnya segera melapor pada praja perihal hilangnya sang dewi.
Selagi inang melapor, raja sedang menerima kedatangan raden Pamade beserta Surayputra, segera raja memerintahkan kepada Pamade untuk menagkap pencuri dan membawanya kembali Dewi Surtikanthi, raden Pamade menyanggupkan diri dengan permohonan, nantinya jika telah kembali sang dewi dimohonkannya untuk diperjodohkan dengan raden Suryaputra, raja Salya memberikan kesanggupannya, raden Pamade berangkat mencari penyandera sang dewi, diikuti oleh saudara tuanya raden Suryaputra dan raden Burisrawaa.
Datanglah Ditya wanita Kidanganti, Dewi Surtikanthi sgerera diserahkan kepada raja Awangga prabu Kalakarna, sang raja sangat bersukacita menerima Dewi Surtikanthi, segera diperintahkan untuk segera diistirahatkan di iostana kraton Awangga. Akan halnya raden Pamade, raden Suryaputra dan raden Bratasena lebih dahulu berada di Kraton Awangga.