Syahdan. Di pertapaan Agrastina di daerah Gunung Sukendra, hidup seorang Resi bernama Gotama beserta keluarganya. Diceritakan Resi Gotama adalah masih keturunan Bathara Ismaya, putra Prabu Heriya dari Maespati. Dia adik Prabu Kartawirya, ayahanda Prabu Arjunasasrabahu. Atas jasa dan baktinya kepada para dewa, Resi Gotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dari hasil perkawinan mereka dikaruniai tiga orang anak, Dewi Anjani yg cantik jelita serta Guwarsa dan Guwarsi yg tampan dan rupawan.
Tahun berganti tahun, Dewi Windradi yang sering merasa kesepian karena bersuamikan seorang brahmana tua yg lebih banyak bertapa, akhirnya tergoda oleh panah asmara Bhatara Surya. Terjalinlah hubungan asmara secara rahasia yg sedemikian rapi sampai bertahun-tahun tidak diketahui oleh Resi Gotama maupun oleh ketiga putranya yang semakin beranjak dewasa.
Dewi Indradi memiliki sebuah pusaka kedewataan, Cupumanik Astagina, pemberian kekasihnya, Batara Surya. Ketika memberikan Cupumanik itu, Bhatara Surya mewanti-wanti untuk jangan pernah sekalipun benda itu ditunjukkan, apalagi diberikan orang lain, walau itu putranya sendiri. Kalau pesan itu sampai terlanggar, akan terjadi hal hal yang tak diharapkan. Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dilihat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena disamping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa, juga didalamnya mengandung rahasia kehidupan alam nyata dan alam kasuwargan. Bila orang membuka Cupumanik Astagina, pada mangkuk bagian dalamnya akan tampak gambaran swargaloka yang serba menakjubkan dan penuh warna warni yg mempesona. Sedangkan pada tutup bagian dalamnya dapat dilihat berbagai panorama menakjubkan yang ada di seluruh jagad raya, tampil berganti ganti dari satu pemandangan ke pemandangan lain bagaikan keadaan yg nyata, seolah yg melihatnya sedang dibawa berkelana berkeliling mayapada, menikmati keindahan alam dari ketinggian, memandang gunung kebiruan, hutan menghijau, sungai berkelok, mega berarakan dan langit biru menyejukkan.
Namun, suatu hari ketika Dewi Indradi sedang asyik mengamati keindahan isi cupu tsb, putri sulungnya Anjani memergokinya, dan tentu saja amat ingin mengetahui benda yg amat menarik itu. Terpaksa Dewi Indradi meminjamkannya, dengan syarat jangan sampai diketahui oleh adik-adiknya. Namun, akhirnya Anjani tidak tahan untuk tidak memamerkannya kepada kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi. Akibatnya Cupu Manik Astagina itu menjadi rebutan, sehingga terjadi pertengkaran dan keributan diantara ketiga kakak beradik tsb. Anjani menangis dan melapor pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwarsi mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosional Guwarsa dan Guwarsi menuduh ayahnya, Resi Gotama telah berbuat tidak adil menganak emaskan Anjani dengan memberi hadiah yg mereka tidak dapatkan.
Tuduhan kedua putranya ini membuat Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia merasa tidak pernah berbuat seperti itu. Segera saja ia memanggil Anjani dan Dewi Indradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya, Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang, bahwa benda itu diperoleh dan dipinjam dari ibunya. Sementara Indradi diam membisu tidak berani berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi Indradi dihadapkan pada buah simalakama. Berterus terang, akan membongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya. Bersikap diam, sama saja artinya dengan tidak menghormati suaminya. Sikap membisu Indradi membuat Resi Gotama marah, yg lalu bersupata bahwa sikap diam Indradi itu bagaikan sebuah patung batu. Karena pengaruh kesaktiannya, dalam sekejap sang Dewi benar2 berubah ujud menjadi batu sebesar manusia yg mirip sebuah tugu. Menghadapi keterlanjuran itu Sang Resi segera mengangkat tugu batu tsb dan dilemparkannya sejauh mungkin, dan ternyata jatuh di taman Argasoka dekat kerajaan Alengka. Kutukan ini akan berakhir kelak bila batu tsb digunakan untuk membela kebenaran dengan cara dihantamkan ke kepala seorang raksasa atau angkara murka.
Demi keadilan atas cupu yg diperebutkan ketiga anak2nya, Resi Gotama lalu melemparkan cupu bertuah tsb ke udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut nanti, dialah pemiliknya. Maka, Anjani, Guwarsi dan Guwarsa segera berlari saling mendahului mengejar pusaka kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina ini seolah mempunyai sayap. Sebentar saja ia telah melayang melintas di balik bukit. Cupu tersebut lalu terpisah menjadi dua, bagian mangkuk jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi sebuah telaga bernama Nirmala, sedangkan tutupnya jatuh menjadi telaga Sumala. Sementara itu Anjani, Guwarsi dan Guwarsa yang mengira cupu tsb jatuh ke dalam telaga di tengah hutan itu, langsung saja mendekati telaga Nirmala. Menurut cerita kutukan Resi Gotama, untuk orang yg sedang diliputi rasa serakah keduniawian bila tersentuh air telaga tsb maka bagian tubuh yg mengenai air tsb akan berubah ujud menjadi bagian tubuh kera/monyet.
Tanpa berpikir panjang, Guwarsa dan Guwarsi segera menceburkan diri dan menyelam ke dalam telaga, mencari cupu tadi. Sementara Anjani yg tidak seberani kedua adik lelakinya hanya termangu berdiri di pinggir telaga. Namun, karena merasa lelah berlarian sebelumnya, Anjanipun membasuh mukanya di air telaga tsb, agar merasa segar. Segera saja kedua tangannya sampai siku ditumbuhi bulu2 lebat, sementara wajah dan kepalanya berubah menjadi layaknya seekor kera. Akan halnya Guwarsa dan Guwarsi, merekapun segera muncul ke permukaan telaga dalam keadaan telah berubah wujud sekujur badannya menjadi kera. Sungguh suatu malapetaka yg hebat, yg membuat mereka bertiga benar2 amat terpukul. Tidak ada lagi wajah mempesona Anjani, tidak tersisa lagi ketampanan Guwarsa maupun kerupawanan Guwarsi. Ketiga kakak beradik inipun saling berpelukan menangisi kejadian yang menimpa diri mereka. Dengan penuh penyesalan mereka kembali ke pertapaan dan mohon pada ayahandanya agar ujud mereka dikembalikan seperti semula, tapi Resi Gotama mengatakan bahwa perubahan ujud mereka sudah tidak dapat dirubah. Namun, walaupun berujud kera, mereka masih dapat menunaikan darma. Untuk itu, mereka disarankan untuk pergi bertapa mensucikan diri.
Anjani diperintahkan Resi Gotama untuk bertapa di sebuah sungai, sedang Guwarsi dan Guwarsa yang diberi nama baru oleh ayahnya menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Sesuai petunjuk ayah mereka, Anjani bertapa dengan gaya berendam telanjang seperti seekor katak (cantoka) di tengah aliran sebuah sungai, sementara Subali menggantung di ketinggian dahan sebuah pohon seperti seekor kelelawar (ngalong), sedangkan Sugriwa bertapa di atas rerumputan di tengah kelebatan hutan dengan mengangkat sebelah kakinya seperti seekor kijang (ngidang). Demikianlah. Anjani, Subali & Sugriwa nglakoni tapabrata selama berhari hari, berminggu minggu, berbulan bulan, bertahun-tahun untuk menebus kesalahan mereka.
Untuk membaca kisah lengkap Ramayana silakan Klik Disini.