Di Kahyangan Suralaya, Batara Guru sedang dihadap Batara Narada dan para Dorandara, sedang membicarakan tentang Palau Slaka Tanah Indukeling yang sudah berubah menjadi Negara Alengka dan yang menjadi raja di sana adalah Prabu Dasamuka (Rahwana) titisan Raden Rasa Sejati yang terkenal mempunyai kedigdayaan dan kesaktian yang luar biasa. Di alam mercapada tak ada yang sanggup menandingi kesaktian Prabu Dasamuka. Batara Guru lalu memanggil Batara Wisnu sebagai senapati di Kahyangan Suralaya. Setelah Batara Wisnu menghadap, Batara Guru memberi dua pertanyaan, lalu disuruh memilih. Pertanyaan tersebut adalah enak pungkasane lara, artinya hidup enak berakhir sengsara, atau lara pungkasane enak, artinya sengsara dahulu senang kemudian. Di beri pertanyaan tersebut Batara Wisnu memilih yang nomer dua (2), setelah menentukan pilihannya, Batara Guru lalu memerintahkan kepada Batara Wisnu beserta Batari Sri Widowati, dan juga Batara Basuki yaitu kakak Batara Wisnu untuk turun ke alam mercapada menggelar jaman Tirtalaya, untuk mengimbangi kesaktian Prabu Dasamuka.
Batara Wisnu menyanggupi, lalu mohon diri untuk kembali ke Kahyangan Nilawindu atau Kahyangan Batralaut. Batara Wisnu memanggil kakaknya yaitu Batara Basuki dan Batari Sri Widowati lalu keduanya diajak turun ke alam mercapada untuk menggelar jaman Tirtalaya. Di tengah perjalanan Batara Wisnu bertemu dengan Semar dan Bagong lalu keduanya diajak bersama-sama di hutan Indrasana.
Di ceritakan, pada waktu yang bersamaan, Prabu Dasamuka sedang mengelilingi wilayah Negara Alengka dengan cara terbang di udara, dari kejauhan Prabu Dasamuka melihat cahaya yang menyilaukan lalu didekati, setelah dekat cahaya tersebut keluar dari ketiga dewata yang baru turun Kahyangan Suralaya yaitu Batara Wisnu, Batara Basuki, dan Batari Sri Widowati. Melihat kecantikan Batari Sri Widowati, Prabu Dasamuka teringat bahwa ia adalah titisan Raden Rasa Sejati.
Maka dari itu tanpa rasa takut dan malu Prabu Dasamuka meminta supaya Batari Sri Widowati mau menjadi istrinya. Mendengar perkataan Prabu Dasamuka, Batara Wisnu marah, terjadilah peperangan antara Batara Wisnu melawan Prabu Dasamuka. Mereka berperang dengan menggunakan kesaktian masing-masing, tetapi keduanya sama-sama sakti dan digdaya, sehingga sampai beberapa lama berperang dan belum kelihatan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Lalu Batara Wisnu meminta waktu sebentar untuk bertanya kepada Batari Sri Widowati dia mau apa tidak seumpama di peristri oleh Prabu Dasamuka Prabu Dasamuka mengijinkan lalu bendera perang dirobohkan. Batara Wisnu lalu memanggil istrinya, keduanya bersemedi untuk menciptakan gambaranya masing-masing.
Setelah selesai, gambar tersebut ditukar, Batara Wisnu membawa gambar Batari Sri Widowati, sedangkan gambar Batari Sri Widowati di bawa Batara Wisnu, lalu keduanya bersumpah, besuk kalau sudah menjadi manusia, Batari Sri Widowati tidak akan bersuami kecuali calon suaminya nanti sama dengan gambar yang telah dibawanya, yaitu gambar Batara Wisnu, begitu pula sebaliknya dengan Batara Wisnu. Batari Sri Widowati lalu disuruh berlari manjauhi hutan Indrasana. Setelah Batari Sri Widowati pergi, semar dan Bagong dipanggil oleh Batara Wisnu, keduanya disuruh mencari satriya
yang mempunyai drajat calon raja, keduanya lalu mohon diri. Setelah mempersiapkan segalanya, Batara Wisnu lalu menemui Prabu Dasamuka, dia berkata bahwa Batari Sri Widowati tidak mau di peristri oleh Prabu Dasamuka yang berwatak angkara. Mendengar perkataan Batara Wisnu, Prabu Dasamuka menjadi murka kepada Batara Wisnu, sehingga terjadi peperangan lagi, dalam peperangan itu semua pusaka sudah tidak berguna karena keduanya tidak mempan dengan senjata, lalu keduanya bergulat dan berguling di tanah, dalam pergulatan itu gambar Batari Sri Widowati yang di bawa Batara Wisnu hilang entah kemana rimbanya, karena kalah besar, Batara Wisnu dapat dipegang oleh Prabu Dasamuka, lalu dilempar jauh dan jatuh di dekat Bangunan yang semuanya terbuat dari besi (Gedong waja). Setelah bangun, Batara Wisnu teringat bahwa bangunan Gedong waja itu buatanya sewaktu dulu melawan Keboandanu. Sambil masuk ke dalam Gedong waja, Batara Wisnu menantang Prabu Dasamuka dari kajauhan. Mendengar tantangan Batara Wisnu, Prabu Dasamuka tambah murka, dia mengambil limpung Candrasa, Gedong waja dipukuli dengan senjata limpung Candrasa dari luar, karena bangunan itu terbuat dari baja pilihan, maka senjata limpung tidak mampu merobohkannya hingga Prabu Dasamuka kelelahan.
Melihat Prabu Dasamuka yang kelelahan, terdengar suara dari dalam Gedong Waja Batara Wisnu bersabda kepada Prabu Dasamuka, sebenarnya Prabu Dasamuka memukuli Gedong waja itu salah, sebab yang dicari adalah Batari Sri Widowati, sedangkan sekarang Batari Sri Widowati sudah berlari jauh dari hutan Indrasana, mendengar perkataan Batara Wisnu, Prabu Dasamuka lalu pergi meninggalkan Gedong waja, berlari mengejar Batari Sri Widowati.
Batari Sri Widowati berlari dan di buru oleh Prabu Dasamuka hingga sampai ke negara Sela Perwata, sedangkan gambar Batara Wisnu yang dibawanya telah hilang tak tahu kemana rimbanya. Batari Sri
Widowati saking takutnya, jangan sampai tertangkap oleh Prabu Dasamuka, Batari Sri Widowati lalu masuk ke dalam pucuk (menur) gapura yang ada di wilayah Negara Sela Perwata. Melihat kejadian itu, Prabu Dasamuka lalu memanggil raksasa Kala Darimuna dan Kala Darumkala, keduanya adalah raksasa pengikut Prabu Dasamuka yang sangat setia. Kedua raksasa tersebut di suruh mengawasi Batari Sri Widowati yang berada di dalam menur gapura Sela Perwata, sewaktu-waktu Batari Sri Widowati pindah dari tempatnya, kedua raksasa tersebut di suruh melapor kepada Prabu Dasamuka. Sedangkan Prabu Dasamuka sendiri pulang ke Negara Alengka sebab sudah lama meninggalkan kerajaan.
Di Pertapan Cendana Setilar, Begawan Jamanendra sedang di hadap oleh ketiga anaknya, yaitu Raden Kertawirya, raden Kerta Gunawan, Raden Kerta Suwaja. Begawan Jamanendra bersabda kepada ketiga putranya, bahwa ketiganya sudah cukup mendapatkan pelajaran dari Begawan Jamanendra, oleh sebab itu ketiga putranya disuruh turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang sudah didapatnya. Lalu ketiganya mohon diri untuk turun gunung. Di perjalanan, ketiga satriya tersebut bertemu dengan Semar dan Bagong yang kebetulan disuruh Batara Wisnu mencari bibit calon raja, lalu ketiganya di ajak menghadap kepada Batara Wisnu.
Di tangah hutan Indrasana, Batara Wisnu menerima kedatangan Semar dan Bagong yang di ikuti oleh ketiga orang satriya yang sangat tampan. Batara Wisnu menerima ketiganya dengan baik, maka setelah perkenalan, Batara Wisnu lalu bersemedi meminta kepada dewata Agung supaya dikabulkan oleh dewata. Hutan Indrasana yang tadinya ditumbuhi oleh pepohonan yang lebat, seketika itu juga menjadi bentuk bangunan negara yang lengkap dengan segala isinya, lalu negara tersebut di beri nama: Negara Maespati. Karena Raden Kertawirya adalah saudara yang tertua di antara ketiga bersaudara, maka Raden Kertawirya di angkat menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Kertawirya. Raden Kerta Gunawan menjadi patih di Negara Maespati bergelar Patih Gumiyatmaja. Sedangkan Raden Kerta Suwaja tidak mau menjadi pejabat negara dia ingin menjadi brahmana seperti ayahnya yaitu Begawan Jamanendra. Raden Kerta Suwaja lalu diperintahkan untuk menebang pohon jati (babat alas jati) yang tak jauh dari Negara Maespati. Setelah di tebang di dirikan sebuah bangunan pertapaan yang di beri nama Pertapaan Jatisrana atau pertapan Sulingga. Raden Kerta Suwaja menjadi brahmana bergelar Begawan Suwaja. Batara Wisnu akhirnya dapat menemukan calon ratu agung yang mampu dan sanggup membasmi sifat angkara murka, karena angkara murka telah merusak jagad raya. Setelah mempersiapkan segalanya, Batara Wisnu lalu mohon diri untuk kembali ke Kahyangan Nilawindu, sedangkan Semar dan Bagong ikut Prabu Kertawirya sebagai abdi dalem sekaligus sebagai pamong.