Tak ada yang membantah bahwa Sumantri adalah satria bagus rupanya, wira-sakti, yang bersenjatakan Cakrabaskara pemusnah angkara murka. Ia putra seorang pendeta sakti bernama Maha Resi Suwandagni. Ia masih saudara sepupu dengan Ramaparasu putra Resi Jamadagni. Namun sepanjang hayatnya pekerti Sumantri memalukan derajat kesatriaannya.
Sebaliknya adiknya berwajah raksasa, tetapi berbudi luhur, sakti dan sangat mencintai kakaknya, Sukrasana namanya.
Pada suatu malam Sumantri menghadap Resi Suwandagni untuk memohon diri, guna pergi melamar pekerjaan ke negeri Maespati. Tetapi ia tak mau membawa adiknya, karena malu terhadap wajah Sukasrana itu. Sumantri di terima oleh Harjuna Sasrabahu, asalkan dapat merebut putri dari negeri Magada. Dengah gagah perkasa Sumantri berhasil menyisihkan semua lawannya dalam sayembara merebut Dewi Citrawati. Tetapi setelah berhasil, dalam benaknya timbuh pikiran: “Bukankah aku yang berhasil memboyong Citrawati? Mengapa harus aku serahkan kepada Harjuna Sasrabahu, yang belum tentu melebihi kesaktianku?
Ujar Sumantri : “Kalau demikian lebih baik aku tantang Harjuna Sasrabahu untuk menandingi keperwiraanku. Kalau ia kalah dan hancur karena Cakrabaskaraku, pasti akulah yang memiliki Citrawati, harta dan tahta negeri Maespati. Lagi-lagi soal wanita, harta dan tahta mampu merobah budipekerti manusia.
Tantangan Sumantri diterima oleh Harjuna Sasrabahu dengan senang hati. Terjadilah peperangan yang seru dan dahsyat karena masing-masing adalah inkarnasi (belahan) Wisnu. Sumantri kemudian mengangkan dan melepaskan Cakrabaskara kearah Harjuna Sasrabahu. Cakrabaskara menyala, gemuruh suaranya membelah angkasa, mengejutkan hati Harjuna Sasrabahu. Karena murkanya, Harjuna bertiwikrama menjadi seorang raksasa yang maha besar bermuka seribu, sehingga dengan mudah senjata Cakrabaskara ditangkapnya. Sumantri diringkus dan diinjak dibawah telapak kakinya. Sambil menangis Sumantri meminta ampun atas kelancangan dan kesalahannya. Anehnya, Harjuna Sasrabahu masih memberi maaf dan mau menerima pengabdiannya, tetapi dengan syarat yang lebih berat. Sumantri diperintahkan untuk membangun taman Sriwedari dengan ancaman hukuman, apabila ternyata tak berhasilm maka ia tidak akan diterima pengabdiannya. Dalam kesedihan ini datanglah Sukrasana menyusul Sumantri. Ia bersedia menolong, asalkan ia diperbolehkan turut serta kemanapun Sumantri berada. Permufakatan tercapai. Dan Sukasrana dengan kesaktiannya berhasil memutar taman Sriwedari dipindahkan ke negeri Maespati. Atas jasanya itu Sumantri berterima kasih kepada adiknya, tetapi dengan pesan agar Sukasrana bersembunyi tidak menampakkan diri, apalagi menemuinya di muka umum.
Pada suatu hari Citrawati bersama pengiringnya dikala sedang bersukaria di taman Sriwedari, tiba-tiba lari ketakutan melihat raksasa kerdil berada di taman. Ia lari tunggang langgang mengadu kepada Harjuna Sasrabahu. Sumantri yang telah bergelar Patih Suwanda segera datang memeriksa taman.
Bukan main marahnya ketika tahu bahwa raksasa yang menakutkan permasisuri itu adalah adiknya sendiri. Dengan Cakrabaskara Sumantri mengancam agar Sukrasana pergi meninggalkan taman Sriwedari, tetapi sial, senjatanya terlepas dari tangannya dan tewaslah Sukasrana.
Dengan dalih apapun perbuatan Sumantri ini tetap dikategorikan kriminal sebagai suatu pembunuhan. ia menangis menyesali perbuatannya. Tetapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Walaupun demikian Sukrasana tetap mencintai kakaknya, dan arwah Sukrasana melayang, berkatalah ia : “Kakang Sumantri, kau tak tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Ketahuilah kepergianku berarti kehancuranmu. Aku akan menjemput kakang ke Nirwana, apabila kelak kakang berhadapan dengan raja yang bermuka sepuluh. Rahwana namanya. Kakang Sumantri akan mati oleh taringnya. Berhati-hatilah kakang!”
IR SRI MULYONO
Sebaliknya adiknya berwajah raksasa, tetapi berbudi luhur, sakti dan sangat mencintai kakaknya, Sukrasana namanya.
Pada suatu malam Sumantri menghadap Resi Suwandagni untuk memohon diri, guna pergi melamar pekerjaan ke negeri Maespati. Tetapi ia tak mau membawa adiknya, karena malu terhadap wajah Sukasrana itu. Sumantri di terima oleh Harjuna Sasrabahu, asalkan dapat merebut putri dari negeri Magada. Dengah gagah perkasa Sumantri berhasil menyisihkan semua lawannya dalam sayembara merebut Dewi Citrawati. Tetapi setelah berhasil, dalam benaknya timbuh pikiran: “Bukankah aku yang berhasil memboyong Citrawati? Mengapa harus aku serahkan kepada Harjuna Sasrabahu, yang belum tentu melebihi kesaktianku?
Ujar Sumantri : “Kalau demikian lebih baik aku tantang Harjuna Sasrabahu untuk menandingi keperwiraanku. Kalau ia kalah dan hancur karena Cakrabaskaraku, pasti akulah yang memiliki Citrawati, harta dan tahta negeri Maespati. Lagi-lagi soal wanita, harta dan tahta mampu merobah budipekerti manusia.
Tantangan Sumantri diterima oleh Harjuna Sasrabahu dengan senang hati. Terjadilah peperangan yang seru dan dahsyat karena masing-masing adalah inkarnasi (belahan) Wisnu. Sumantri kemudian mengangkan dan melepaskan Cakrabaskara kearah Harjuna Sasrabahu. Cakrabaskara menyala, gemuruh suaranya membelah angkasa, mengejutkan hati Harjuna Sasrabahu. Karena murkanya, Harjuna bertiwikrama menjadi seorang raksasa yang maha besar bermuka seribu, sehingga dengan mudah senjata Cakrabaskara ditangkapnya. Sumantri diringkus dan diinjak dibawah telapak kakinya. Sambil menangis Sumantri meminta ampun atas kelancangan dan kesalahannya. Anehnya, Harjuna Sasrabahu masih memberi maaf dan mau menerima pengabdiannya, tetapi dengan syarat yang lebih berat. Sumantri diperintahkan untuk membangun taman Sriwedari dengan ancaman hukuman, apabila ternyata tak berhasilm maka ia tidak akan diterima pengabdiannya. Dalam kesedihan ini datanglah Sukrasana menyusul Sumantri. Ia bersedia menolong, asalkan ia diperbolehkan turut serta kemanapun Sumantri berada. Permufakatan tercapai. Dan Sukasrana dengan kesaktiannya berhasil memutar taman Sriwedari dipindahkan ke negeri Maespati. Atas jasanya itu Sumantri berterima kasih kepada adiknya, tetapi dengan pesan agar Sukasrana bersembunyi tidak menampakkan diri, apalagi menemuinya di muka umum.
Pada suatu hari Citrawati bersama pengiringnya dikala sedang bersukaria di taman Sriwedari, tiba-tiba lari ketakutan melihat raksasa kerdil berada di taman. Ia lari tunggang langgang mengadu kepada Harjuna Sasrabahu. Sumantri yang telah bergelar Patih Suwanda segera datang memeriksa taman.
Bukan main marahnya ketika tahu bahwa raksasa yang menakutkan permasisuri itu adalah adiknya sendiri. Dengan Cakrabaskara Sumantri mengancam agar Sukrasana pergi meninggalkan taman Sriwedari, tetapi sial, senjatanya terlepas dari tangannya dan tewaslah Sukasrana.
Dengan dalih apapun perbuatan Sumantri ini tetap dikategorikan kriminal sebagai suatu pembunuhan. ia menangis menyesali perbuatannya. Tetapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Walaupun demikian Sukrasana tetap mencintai kakaknya, dan arwah Sukrasana melayang, berkatalah ia : “Kakang Sumantri, kau tak tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Ketahuilah kepergianku berarti kehancuranmu. Aku akan menjemput kakang ke Nirwana, apabila kelak kakang berhadapan dengan raja yang bermuka sepuluh. Rahwana namanya. Kakang Sumantri akan mati oleh taringnya. Berhati-hatilah kakang!”
IR SRI MULYONO